Makalah Agama Tata Cara Memandikan dan Mengkafani Jenazah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah
SWT, karena hanya dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang
benderang, dari alam jahiliyah ke alam yang
penuh berkah ini. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Pak guru Agama Islam . Dan saya juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya
berupa materiil maupun non materiil, karena tanpa bantuan pihak-pihak tersebut
saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu, saya pun
mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang saya kutip tulisannya sebagai
bahan rujukan.
Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan semampu
saya. Saya berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman
maupun pelajaran yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam Makalah ini saya buat satu jilid yang berisi
tentang “TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH”.
Dalam tiap subbab yang dibahas merupakan informasi yang
sesuai dengan materi yang sedang dibahas.
Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula
dengan makalah ini. Jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Tanjung Ampalu,Agustus 2016
Rama Keni
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .………………………………………………………………….…..
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jenazah………………………………..………………………………
2.2. Memandikan
Jenazah …….…………….……………………………………...
2.3. Mengkafani
Jenazah ……………….……………………..........................
2.4. Menshalatkan
Jenazah ………….…………………………….……………….
2.5. Menguburkan
Jenazah ………………………………………………………....
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
………………………………………………….……………………….
3.2. Saran …………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan
mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk
sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka
Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu,
menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia
mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal
dunia maka hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup
untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan
dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4
persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut
ini.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian jenazah?
2. bagaimana tata cara memandikan jenazah?
3.Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
4.Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?
5.Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (جن ذح) yang berarti tubuh mayat dan kata جن ذ
yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti
tubuh mayat yang tertutup
2.2. Memandikan
Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan,
dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi
orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut
jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada
seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang
maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat
dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
مسلم) عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم قا ل: فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا لبخرو
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang
orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan
daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan
jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Orang yang
utama memandikan jenazah
a. Untuk mayat
laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki
adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat,
muhrimnya dan istrinya.
b. Untuk mayat
perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya,
neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk mayat
anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya
dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d. Jika seorang
perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia
tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara
yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat
tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari
mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat
laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat
perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu
ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat
air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2. Syarat bagi
orang yang memandikan jenazah
a. Muslim,
berakal, dan baligh
b. Berniat
memandikan jenazah
c. Jujur dan
sholeh
d. Terpercaya,
amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang
diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3. Mayat yang
wajib untuk dimandikan
a. Mayat seorang
muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang
keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
c. Ada sebahagian
tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan mayat
yang mati syahid
4. Tatacara
memandikan jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim,
yaitu:
a. Perlu diingat,
sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk keperluan mandinya, seperti:
1. Tempat
memandikan pada ruangan yang tertutup.
2. Air secukupnya.
3. Sabun, air
kapur barus dan wangi-wangian.
4. Sarung tangan
untuk memandikan.
5. Potongan atau
gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain basahan,
handuk, dll.
b. Ambil kain
penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
c. Mandikan
jenazah pada tempat yang tertutup.
d. Pakailah sarung
tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e. Ganti sarung
tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya
perlahan-lahan.
f. Tinggikan kepala
jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g. Masukkan jari
tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan
bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h. Siramkan air
kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i. Mandikan
jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan
wangi-wangian.
j. Perlakukan
jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
k. Memandikan
jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang wajib.
Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
l. Jika keluar
dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid dibuang
dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu
diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.
m. Bagi jenazah
wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur kebelakang,
setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.
n. Keringkan tubuh
jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain kafannya.
o. Selesai mandi,
sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.
2.3. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah
dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum
mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam
sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلتمس و جه ا لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جلا ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر (رواه ا لبخا ر ى)
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan
mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari
Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi
sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud
dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya
ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul
kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh
rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang
digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh
mayat.
2. Kain kafan
hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain
kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5
lapis.
4. Sebelum kain
kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya
diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak
berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat
laki-laki
a. Bentangkan
kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta
setiap lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah
jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga,
mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain
kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri.
Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang
lembut.
e. Ikatlah dengan
tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh
badan mayat maka tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka
boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada
kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja
yang ada.
2. Untuk mayat
perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain
putih, yang terdiri dari:
a. Lembar pertama
berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua
berfungsi sebagai kerudung kepala.
c. Lembar ketiga
berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar keempat
berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima
berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a. Susunlah kain
kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib.
Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan
diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur
barus.
b. Tutuplah
lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c. Tutupkan kain
pembungkus pada kedua pahanya.
d. Pakaikan
sarung.
e. Pakaikan baju
kurung.
f. Dandani
rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan
kerudung.
h. Membungkus
dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan
kanan lalu digulungkan kedalam.
i. Ikat dengan
tali pengikat yang telah disiapkan.
2.4. Menshalatkan
Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah
adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه)
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara
kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a. Orang yang
diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b. Ulama atau
pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang tua si
mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak si
mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga
terdekat.
f. Kaum muslimim
seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
a. Berniat
menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat
kali.
c. Berdiri bagi
yang kuasa.
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai
berikut:
1. Niat shalat
jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena
Allah SWT. Sebelum shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum
hendaknya berwudhu dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam
berdiri sejajar dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam
berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si mayat.
Lafal niat shalat jenazah:
a. Untuk mayat
laki-laki
ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir
fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
b. Untuk mayat
perempuan
ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله تعا لى
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir
fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
2. Takbir 4 kali
a. Takbir pertama
dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
Artinya:
1 Dengan menyebut
nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
2. Segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3. Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai
di hari Pembalasan,
5. Hanya Engkaulah
yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan,
6. Tunjukilah kami
jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan
orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
b. Takbir kedua
dan membaca shalawat
ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا براهيم و با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك حميد مجيد.
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad
dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim
dan keluarganya. Berkatilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah
memberkati Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi
bijaksana”
c. Takbir
ketiga dan membaca do’a untuk si mayat
ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه
(ها) و ا هلا خيرا من ا هله (ها) و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر.
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah
dia dan sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya,
sucikanlah dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari kesalahannya,
sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan rumah
yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan keluarga
yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari siksa kubur
dan siksa neraka.”
d. Takbir keempat
lalu diam sejenak dan membaca do’a
ا للحم لا تحر منا ا جر ه (ها) ولا تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها)
Artinya: “ Ya Allah
janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau tinggalkan
fitnah untuk kami setelah kepergiannya”
2. 5. Menguburkan
Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di
panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa
harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di
belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam
sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah
diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit
terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada
syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan
syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh
Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat
khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di
dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam
kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan
jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang
kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah
kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah
mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma
Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).”
ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi
kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas
tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di
bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak
perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat
mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan
tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut
ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah
liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga
genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu
ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai
tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta,
demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah
makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih,
silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian
kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian
pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan,
menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si
mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah
kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya.
Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti
sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan
secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan
manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah
dapat diambil beberapa hikmah, antara lain:
a. Memperoleh pahala
yang besar.
b. Menunjukkan
rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu
meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan
dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya
mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti
bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang
manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya
manusia sebagi makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati
kemuliannya itu perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan
jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah
fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di
tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan
jenazah, antara lain:
a. Memperoleh
pahala yang besar.
b. Menunjukkan
rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu
meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan
dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya
mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti
bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang
manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
3.2 SARAN
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah
ini, pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan
mempersiapkan diri untuk menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga
berharap agar pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua
serta dapat mengajarkannya dengan baik ketika telah menjadi seorang guru di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5070080328265217955#_ftn2
Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat
Jenazah.Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989.
Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga Serangkai
Comments
Post a Comment