Contoh kasus PPH


1. contoh kasus pph final transaksi saham dan penyelesaiannya
Contoh ilustrasi transaksi seorang investor yang melakukan pembelian saham Bank Mandiri (Perseor) Tbk (dengan kode saham: BMRI) sebanyak 1.000 lembar (2 Lot) pada harga Rp 12.000 dan dikenai fee atas transaksi tersebut sebesar 0,18%  all incusive. Pada ilustrasi transaksi tersebut, kita akan menghitung uang yang harus dikeluarkan oleh si investor.
Harga bid dan offer adalah harga yang diajukan oleh penawar yang ingin membeli dan menjual saham. Kedua angka ini (bid/offer) akan tercantum pada kuotasi harga saham. Dalam contoh ilustrasi ini, si investor memasukkan harga Bid di angka Rp 12.000 dan match pada harga tersebut. Sehingga harga beli = 1.000 lembar x Rp 12.000 = Rp 12.000.000
Selain biaya pembelian di atas, pada transaksi saham juga akan dikenakan sejumlah biaya tambahan, antara lain:
Komisi transaksi
cara menghitung sahamKomisi transaksi adalah komisi yang dipungut oleh perusahaan sekuritas kepada investor. Berapakah jumlah komisi yang dikenakan tersebut? Biaya komisi transaksi untuk setiap investor ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi dan nilai transaksi dari investor tersebut dalam suatu periode tertentu. Misalnya seorang investor dikenakan biaya komisi sebesar 0,18%, maka besarnya komisi pada transaksi di atas adalah: 0,18%x Rp 12.000.000 = Rp 21.600.
IDX Levy
IDX Levy adalah  biaya jasa yang dikenakan kepada investor setiap kali melakukan transaksi jual beli saham atas penggunaan fasilitas transaksi di Bursa Efek Indonesia. Berapa jumlah biaya Levy tersebut? Besarnya Levy ditentukan sesuai dengan keputusan dari Direksi PT Bursa Efek Indonesia. Jika penetapan IDX Levy adalah sebesar 0,03%, maka perhitungan jumlah IDX Levy adalah   0,03% x Rp 12.000.000 = Rp 3.600.

VAT (Value Added Taxes)
VAT atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan  pajak yang dipungut sesuai dengan peraturan Undang-undang no. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah atas jasa yang diberikan. Nilai pajak pada transaksi saham diatas adalah sebesar 10%.  Sehingga perhitungan VAT menjadi:
10% x (Rp21.600+ Rp3.600) = Rp 2.520

Sales Tax
Sales tax atau pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan efek. Pajak penghasilan tersebut dipungut berdasarkan Pasal 4 ayat 2 Undang-undang no. 10 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan dari penjualan atas transaksi saham pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 0,1%. Sehingga perhitungan Sales tax:
0,1% x Rp12.000.000 = Rp 12.000.
Fee KPEI
Fee KPEI atau biaya untuk PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia adalah dana yang wajib disetor oleh seorang investor atas setiap transaksi yang dilakukan untuk menjamin pemenuhan kewajiban penyelesaian atas transaksi yang dilakukan. Berapakah jumlah fee KPEI tersebut? Besarnya tarif dana jaminan ditentukan berdasarkan keputusan dari Direksi PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), yakni sebesar 0,01%. Pada contoh kasus transaksi di atas, perhitungan fee KPEI adalah 0,01% x 12.000.000 = Rp 1.200,-

Berdasarkan uraian di atas, secara umum jumlah total biaya tambahan yang dikeluarkan oleh seorang investor yang melakukan transaksi seperti contoh kasus di atas adalah:
Komisi + IDX Levy + VAT + Sales Tax + Fee KPEI
= 21.600 + 3.600 + 2.520 + 12.000 + 1.200
= Rp 40.920

2. contoh studi kasus pph harta berupa tanah atau bangunan
poin-poin yang tersirat dalam ketentuan yang berlaku, penulis mencoba mengkaitkan dengan contoh kasus di atas yaitu sebagai berikut:
1. Hibah berupa uang kas dan transaksinya rutin setiap tahun
Wajib Pajak menghibahkan uang kas atau deposito atau lainnya kepada anaknya adalah suatu hal biasa. Biarpun itu dilakukan secara rutin, misalnya tiap tahun. Secara kasat mata, petugas pajak tidak dapat menentukan bahwa hal tersebut mmerupakan objek pajak, namun apabila bias dibuktikan bahwa atas pemberian atau hibah uang kas tersbut memenuhi persyaratan terdapat hubungan dengan usaha, pekerjaan, atau kepemilikan maka atas hibah tersebut merupakan objek pajak. Di sini diperlukan keahlian petugas pajak (AR) untuk mendapatkan informasi maupun data yang memang membuktikan hal tersebut. Jadi penentuan hibah tersebut adalah objek atau bukan memerlukan pembuktian lebih lanjut. Sebagai contoh Tn. A menghibahkan uang kas kepada anaknya, Tn. B. Atas uang tersebut, berdasarkan data yang ada, ternyata dipergunakan untuk membeli aktiva/saham dari salah satu anak perusahaan yang dimiliki oleh keluarganya. Atas kasus ini, dengan jelas atas hibah uang tersebut merupakan objek pajak.

2. Hibah berupa rumah
Sama dengan penjelasan kasus hibah uang kas, banyak sekali terjadi hibah rumah dari Wajib Pajak kepada anaknya atau sebaliknya dan jika kita kaitkan dengan hubungan bisnis, rasanya hubungannya sangatlah jauh sehubungan rumah dihibahkan pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal dan biarpun untuk disewakan, keterkaitan hubungan bisnis dengan pemberi hibah juga tidak ada. Lain halnya, Wajib Pajak menghibahkan gedung kantor yang dimiliki untuk tempat usaha salah satu perusahaan yang dimiliki oleh seluruh keluarga Wajib Pajak. Atas kasus ini, kita dapat dengan tegas juga menentukan bahwa terdapat hubungan usaha dan hibah gedung kantor tersebut merupakan objek pajak.
Dari pembahasan mengenai permasalahan hibah harta tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Untuk memberikan kepastian hukum, perlu adanya aturan pelaksana yang merupakan gebrakan kebijakan dari DJP yang mengatur dengan rinci kriteria apa yang dimaksud dengan “terdapat hubungan usaha, pekerjaan dan kepemilikan” sehubungan dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang hubungan istimewa khususnya hubungan kepemilikan yang bersifat tidak langsung.
2. Atas studi kasus yang terjadi dalam praktek di KPP HWI, atas hibah harta baik uang kas, saham dan lain-lain yang dapat dibuktikan adanya hubungan bisnis yakni hubungan usaha, pekerjaan dan kepemilikan baik secara langsung maupun tidak langsung, kita dapat mengambil kebijakan bahwa atas hibah tersebut merupakan objek pajak.
3. Hal ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyelesaian permasalahan hibah harta selain kasus yang diungkapkan di atas, yang terjadi di setiap unit kerja DJP maupun yang dialami sendiri oleh Wajib Pajak.
3. contoh perhitungan pph usaha jasa konstruksi
Contoh Perhitungan
Bendahara Inspektorat Provinsi melakukan pembangunan gedung, adapun PT Rindu Tender sebagai pelaksana konstruksi, dan Konsultan perencana  adalah Ahmad  sebagai perencana konstruksi.
 Pada tanggal 31 Okt 2012 dilakukan pembayaran atas kontrak perencanaan oleh Ahmad sebagai konsultan perencana sebesar Rp44.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN)
Pada tanggal 4 Nov 2012 dilakukan pembayaran kepada PT XYZ atas Progress Pelaksanaan Konstruksi sebesar Rp1.100.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN)

Bagaimana menghitung kewajiban Perpajakannya?
a.     PPN
-          Perencanaan Konstruksi oleh Ahmad
Rp44.000.000,00x10/110%=Rp4.000.000,00

-          Pelaksanaan Konstruksi oleh PT XYZ
Rp1.100.000.000,00x10/110%=Rp100.000.000,00
b.  PPh
- Perencanaan Konstruksi oleh Konsultan perencana  Ahmad yaitu = (Kontrak - PPN) x 4% = (Rp44.000.000,00 - Rp. 4.000.000,00) x4%= Rp1.600.000,00

-          Pelaksanaan Konstruksi oleh PT XYZ
yaitu = (Kontrak - PPN x 3%) =Rp.
(Rp1.100.000.000,00-Rp1.00.000.000,00) x3%=
Rp1.000.000.000,00x3%=Rp30.000.000,00
Jadi yang diterima  konsultan perencana =
Kontrak- PPN – PPh = Rp44.000.000,00 - Rp4.000.000,00-RP. Rp1.600.000,00
 = Rp. 38.4 juta
Jadi yang diterima Pelaksanaan Konstruksi = Kontrak- PPN – PPh = Rp Rp1.100.000.000,00 - Rp100.000.000,00 - Rp30.000.000,00= Rp. 970 juta
4. contoh perhitungan pph dan jasa pelayaran dalam negri dan penerbangan luar negri
PT Suka Berlayar merupakan perusahaan pelayaran dalam negeri yang melakukan usaha jasa pelayaran termasuk penyewaan kapal. Pada tanggal 7 Oktober 2013 PT Suka Berlayar melakukan kontrak dengan PT Jaya Pulp dalam rangka pengangkutan bahan setengah jadi untuk pembuatan kertas (pulp) dari Surabaya ke Jakarta sebesar Rp200.000.000,00 dan dibayarkan pada tanggal 28 Oktober 2013.

Pada tanggal 16 Oktober 2013 PT Suka Berlayar melakukan kontrak dengan PT Daeng Oil berupa persewaan kapal yang difungsikan sebagai kapal untuk penyimpanan minyak dalam jangka waktu tertentu dan bersandar di rig, dengan nilai sewa sebesar Rp2.500.000.000,00 dibayar pada tanggal 17 Oktober 2013.

Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
JAWAB:
Penghasilan yang menjadi objek pengenaan PPh perusahaan pelayaran dalam negeri meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari:
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Dengan demikian atas penghasilan PT Suka Berlayar dari PT Jaya Pulp yaitu untuk jasa pengangkutan bahan setengah jadi untuk pembuatan kertas (pulp) dari Surabaya ke Jakarta terutang PPh sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat final, PPh yang terutang tersebut dipotong oleh PT Jaya Pulp, sehingga perhitungannya sebagai berikut:
1,2% x Rp200.000.000,00 = Rp2.400.000,00.

Sedangkan atas penghasilan PT Suka Berlayar dari PT Daeng Oil dari penyewaan kapal yang difungsikan sebagai kapal untuk penyimpanan minyak dalam jangka waktu tertentu yakni satu tahun dan bersandar di rig (termasuk kategori kapal FSO) tidak termasuk dalam pengertian penghasilan dari penyewaan kapal yang dilakukan dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain.

Dengan demikian atas penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dan dipotong oleh PT Daeng Oil dengan penghitungan sebagai berikut:
2% x Rp2.500.000.000,00 = Rp50.000.000,00.

Kewajiban PT Jaya Pulp sebagai pemotong PPh Pasal 15 adalah:
melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa pelayaran untuk pengangkutan pulp tersebut sebesar Rp2.400.000,00 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada PT Suka Berlayar;
menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 11 Nopember 2014
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Oktober 2013 paling lama tanggal 20 Nopember 2013.

Kewajiban PT Daeng Oil sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah:
melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas penyewaan kapal FSO tersebut sebesar Rp50.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada PT Suka Berlayar;
menyetorkan PPh Pasal 23 yang dipotong menggunakan SSP ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 11 Nopember 2013;
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2013 paling lama tanggal 20 Nopember 2013.


Comments

Popular posts from this blog

Makalah Analisis Pasar

SKENARIO PENERIMAAN TAMU DENGAN PERJANJIAN

CONTOH DIALOG RAPAT 6 ORANG TENTANG PRODUK BARU