Bahan Makanan Dari Daging dan Hasil Olahannya
Bahan Makanan Dari Daging dan Hasil Olahannya
Daging segar adalah daging atau otot skeletal dari hewan yang
disembelih secara halal dan higienis setelah mengalami pelayuan (aging) yang
disimpan pada suhu dingin atau beku, yang tidak mengalami proses pengolahan
lebih lanjut.
Definisi daging secara umum
adalah bagian dari tubuh hewan yang disembelih yang aman dan layak dikonsumsi
manusia. Termasuk dalam definisi tersebut adalah daging atau otot skeletal dan
organ-organ yang dapat dikonsumsi (edible offals).
Offal adalah seluruh bagian tubuh
hewan yang disembelih secara halal dan higienis selain karkas, yang terdiri
dari organ-organ di rongga dada dan rongga perut, kepala, ekor, kaki mulai dari
tarsus/karpus ke bawah, ambing, dan alat reproduksi.
Jeroan (edible offal atau disebut juga variety meat atau fancy meat)
adalah organ atau jaringan selain otot skeletal yang lazim dan layak dikonsumsi
manusia yang tidak mengalami proses lebih lanjut selain daripada pendinginan
atau pembekuan. Jeroan terdiri dari jantung, lidah, hati, daging di kepala,
otak, timus dan atau pankreas, babat, usus, ginjal, buntut.
Mechanically Deboned Meat (MDM)/Mechanically Recovered Meat
(MRM)/Mechanically Seperated Meat (MSM) adalah daging yang diperoleh dari
pelepasan sisa-sisa daging yang melekat pada tulang (terutama dari tulang
belakang (vertebrae), rusuk, bahu, dan pelvis) dengan menggunakan mesin
bertekanan tinggi. MRM dapat mengandung beberapa bagian/materi tulang dan atau
sumsum tulang belakang. Kandungan kalsium, besi dan purin relatif lebih tinggi
dibandingkan daging lain.
Daging giling adalah daging yang dihasilkan dari penggilingan dan
pencampuran berbagai jenis potongan daging, dengan atau tanpa campuran lemak
(maksimum 30%).
Patties (beef patties) adalah daging giling yang telah dibentuk
tertentu (patties) yang dibekukan, dengan atau tanpa penambahan bumbu, dapat
ditambahkan dengan pengikat (binder atau extender) dan air untuk memudahkan
pembentukan menjadi patties.
Hamburger adalah daging giling yang telah dibentuk tertentu
(patties) yang dibekukan, dengan atau tanpa penambahan bumbu, namun tidak
ditambahkan dengan pengikat (binder atau extender) dan air.
Daging asap (smoked meat) adalah daging atau produk daging yang
telah mengalami pengasapan atau penambahan citarasa asap.
Cured meat adalah produk daging yang telah diperlakukan dengan
memberikan garam curing (mengandung garam, sodium nitrit dan atau nitrat, gula
dan bumbu lain) kemudian disimpan (beberapa hari). Setelah curing, produk
daging dibilas dan siap disajikan atau diasap.
Baso daging adalah produk daging berbentuk bulatan atau lainnya
yang diperoleh dari campuran daging (kandungan daging tidak kurang dari 50%)
dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan (BTP)
yang diizinkan.
Sosis daging adalah produk daging yang berasal dari daging yang
digiling dan dicampur dengan bahan tambahan pangan lain kemudian dimasukkan ke
dalam casing sosis. Sosis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sosis mentah dan
sosis matang. Sosis mentah terdiri dari sosis segar (uncooked fresh sausage)
dan sosis asap (smoked sausage). Sosis matang terdiri dari sosis masak,
semi-dry sausage dan dry sausage.
Dried meat adalah produk daging yang berasal dari daging yang
dilakukan curing, diasap dan dikeringkan menggunakan mesin pengering (dryer
atau dehydrator) atau menggunakan sinar matahari.
Kaldu daging adalah kaldu daging kering berupa bubuk atau bubuk
yang dibentuk kubus.
Canned meat adalah produk daging
olahan yang diproses dengan pemanasan steril komersial dan dikemas di dalam
kaleng yang hampa udara.
Corned meat adalah produk daging yang telah diproses menggunakan
garam curing dan diberikan bumbu lain, kemudian dilakukan pemanasan steril
komersial.
Tallow adalah bahan yang berasal dari lemak hewan yang disembelih
yang memiliki titer minimum (=suhu minimum untuk merubah dari bentuk cair ke
padat) sama atau lebih besar dari 40oC.
Casing sosis adalah selubung atau
selongsong sosis yang dibuat dari bahan sintetik atau organ
2. Daging Segar
Daging segar dihasilkan di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) atau Rumah Pemotongan Unggas setelah proses
penyembelihan hewan yang dilaksanakan secara halal dan higienis.
Setelah proses pemotongan, karkas
atau daging harus disimpan pada suhu dingin (suhu internal daging 0 sampai +4
oC; suhu chiller/cooler -1 sampai +1 oC) atau suhu beku (suhu internal daging
-18 oC; suhu cold storage/freezer > -18 oC).
3. Jeroan (Variety Meat, Fancy Meat)
Jeroan dihasilkan di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) atau Rumah Pemotongan Unggas setelah proses
penyembelihan hewan yang dilaksanakan secara halal dan higienis.
Setelah proses pemotongan, jeroan
harus disimpan pada suhu dingin (suhu internal daging 0 sampai +3 oC; suhu
chiller/cooler -1 sampai +1 oC) atau suhu beku (suhu internal daging -18 oC;
suhu cold storage/freezer > -18 oC).
4. Daging Giling, Patties, Hamburger
Daging giling dihasilkan dengan
menggiling dan mencampur beberapa potongan daging, dan dapat dicampur dengan
lemak (maksimum 30%).
5. Daging Asap
Daging asap dihasilkan dari
proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2 yaitu (a) pengasapan dingin (cold
smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC (tidak lebih dari 28oC), pada
kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari; (2) pengasapan panas
(hot smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35oC dan akhir 50-55oC bahkan
dapat mencapai 75-80oC.
6. Cured Meat
Cured meat (daging curing)
dihasilkan dari proses pemberian garam curing kepada daging. Garam curing
terdiri dari garam, nitrit dan atau nitrat, gula serta bumbu lain. Curing dapat
dilakukan secara kering (dry curing) atau secara basah (wet curing). Curing
kering dilakukan dengan melumuri daging dengan garam curing. Curing basah (wet
curing atau dikenal juga sebagai brine curing) dilakukan dengan merendam daging
dalam larutan garam curing atau dengan menyuntikkan larutan garam curing ke
dalam daging dengan alat khusus. Daging yang telah diberi garam curing disimpan
beberapa hari pada suhu +5 oC, kemudian
daging dibilas, yang selanjutnya siap disajikan atau diasap.
7. Baso Daging
Baso daging dihasilkan dari
penggilingan dan pencampuran daging (kandungan daging tidak kurang dari 50%)
dengan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan
(BTP) yang diizinkan. Selanjutnya campuran tersebut dicetak/dibentuk (bulat
atau gepeng), lalu dimasukkan ke dalam air mendidih sampai baso tersebut
mengapung. Baso ditiriskan dan dikemas.
8. Sosis Daging
Sosis daging dihasilkan dari
daging yang digiling dan dicampur dengan bahan tambahan pangan lain kemudian
dimasukkan ke dalam casing sosis. Sosis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sosis
mentah dan sosis matang. Sosis mentah terdiri dari sosis segar (uncooked fresh
sausage) dan sosis asap mentah (uncooked smoked sausage). Sosis matang terdiri
dari sosis masak, semi-dry sausage dan dry sausage.
Uncooked fresh sausage adalah
sosis yang masih mentah/segar, belum dilakukan curing atau diasap, yang harus
dimasak sebelum dikonsumsi. Contohnya fresh Bockwurst, Bratwurst, fresh pork
sausage, Italian-style fresh pork sausage, Salsicca, Weisswurst, fresh
Thuringer.
Uncooked smoked sausage adalah
sosis yang telah mengalami curing atau pengasapan, yang harus dimasak sebelum
dikonsumsi. Contohnya country style smoked porks sausage, Linguica, Mettwurst,
Polish sausage.
Cooked sausage adalah sosis yang
tidak dilakukan curing atau diasap, yang telah dimasak terlebih dahulu.
Contohnya blood sausage, cooked Bockwurst, Braunschweiger, cooked Bratwurst,
Liver sausage, cooked Thuringer.
Cooked smoked sausage adalah
sosis yang telah dilakukan curing, diasap (sedikit), dan telah dimasak.
Contohnya Bologna, Boterhamworst, Bratwurst, Frankfurters, Knackwurst, Polish
sausage, Berliner or New England style sausage, Vienna sausages, Wieners.
Dry sausage adalah sosis yang telah
dilakukan curing dan dikeringkan dengan udara, yang siap disajikan dingin atau
hangat. Dry sausage terdiri dari semi-dry sausage dan dry sausage. Contoh
semi-dry sausage antara lain Cervele\atm Lebanon, Bologna, Mortadella, Vienna.
Dry sausage dapat diasap, tidak diasap atau dimasak, contohnya Chorizo,
Frizzes, Lyons, Pepperoni, Salami, Soppressata.
9. Daging Kering, Kaldu Daging
Daging kering dihasilkan dari
daging yang telah diproses dengan curing, asap dan pengeringan. Daging dapat
berupa potongan daging, slice, atau serbuk/bubuk (powder) atau serbuk yang
dibentuk kubus. Contoh produk daging kering antara lain beef jerky, biltong,
bresaola, chipped meat, bouillon.
10. Canned Meat, Corned Meat
Canned meat dihasilkan dari
produk olahan daging yang diproses dengan pemanasan sterilisasi komersial
(retort). Pemanasan sterilisasi komersial dilakukan dalam autoklaf (121oC).
11. Tallow
Tallow bahan yang berasal dari
lemak hewan yang disembelih yang memiliki titer minimum (=suhu minimum untuk
merubah dari bentuk cair ke padat) sama atau lebih besar dari 40oC. Proses
pemanasan yang diterapkan dalam produksi tallow adalah sterilisasi (120oC
dengan tekanan 1,3 bar), kemudian pencucian panas 90oC.
Mengefaluasi mutu daging dan
hasil olahannya serta perubahannya setelah pengolahan
Kualitas karkas dan daging
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif
(hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi
listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot
daging. Faktor kualitas daging yang
dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma
termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging (juiciness). Disamping itu,
lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel daging yang
hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan pH daging, ikut
menentukan kualitas daging.
Faktor Sebelum pemotongan
Kualitas daging dipengaruhi oleh
faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat
mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak,
jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral),
serta keadaan stres.
a. Genetic/Keturunan
Nilai heritabilitas keempukan
daging sapi sekitar 45%, artinya
45% keempukan daging sapi saat
dimasak ditentukan oleh faktor
genetik atau tetua ternak yang
dipotong. Faktor genetik akan menentukan keempukan daging antargrade dan
potongan daging sejenis.
b. Spesies
Dari taksonomi ternak yang paling
diperhatikan yaitu spesiesnya, karena spesies menentukan apakah ternak tersebut
banyak dipelihara di Indonesia, mampu memproduksi daging atau susu, serta
mempunyai produksi daya adaptasi yang tinggi, dan sebagainya. Spesies menentukan tingkat perdagingan suatu
ternak.
c. Bangsa
Bangsa ternak termasuk kedalam
factor genetic atau factor keturunan.
Bangsa suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak itu
sendiri. Misalnya ternak sapi-sapi
introduksi, seperti: 1) sapi limousine, persentase daging dalam karkas cukup
tinggi, 2) sapi angus, mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling
(perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya. 3) sapi Hereford, perdagingannya
tebal. Dan sebagainya.
Jadi dilihat dari bangsa ternak
itu sendiri sangat penting dalam mennentukan kualitas daging.
d. Tipe ternak
Tipe ternak menentukan keempukan
daging itu sendiri, seperti tipe ternak potong
dan tipe ternak perah. Tipe
ternak potong lebih empuk daripada tipe ternak perah. Karena tipe ternak potong itu sendiri
dipelihara untuk menghasilkan daging, dan sebaliknya.
e. Umur
Semakin tua usia hewan, susunan
jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat,
jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal
(padat) (Tambunan, 2010).
Umumnya daging yang berasal dari
sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi
muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi
positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak
sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi
tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi
muda. Namun pada kenyataannya, kuat lemahnya bau daging pada sapi tidak
dipermasalahkan konsumen, lain halnya dengan daging domba dan daging kambing,
karena kedua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih kuat
dibandingkan dengan sapi. Oleh karena itu konsumen daging domba atau kambing
lebih menyukai daging yang berasal dari ternak muda. Ternak sapi tua yang gemuk
akan menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih
dan banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya
lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar.
Umur ternak saat dipotong
berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi yang dipotong pada umur 9-30 bulan
umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi betina yang digunakan sebagai induk,
dagingnya menjadi kurang empuk saat umurnya tua. Keempukan daging menurun
sejalan dengan bertambahnya umur ternak.
f. Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic,
dan Mineral)
Ternak yang digemukkan dengan
pakan biji-bijian cenderung mencapai bobot potong lebih cepat dibanding ternak
yang mendapat pakan dari padang penggembalaan.
Dengan demikian, daging dari
ternak yang diberi pakan biji-bijian
biasanya lebih empuk karena
ternak dipotong pada umur lebih muda.
g. Keadaan Stress
· DFD (Dark Firm Dry)
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu
daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH tinggi
dan daya mengikat air tinggi (Aberle et al., 2000). Daging ini dihasilkan
akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga
terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf et al.,
2002).Menurut Taylor (1984), pigmen yang memberikan warna pada daging adalah
struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan
mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya
ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin.Perbedaan
warna daging disebabkan oleh adanya H2O2 dan enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Senyawa H2O2 menyebabkan oksidasi oksimioglobin menjadi
metmioglobin yang berwarna coklat (Varnam & Sutherland,1995). Kandungan
H2O2 yang dihasilkan oleh bakteri yang memfermentasi secara alamiah kemungkinan
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah H2O2 yang dihasilkan olehL . plantarum
selama memfermentasi daging. Hal ini menyebabkan warna daging terfermentasi
alamiah lebih gelap dibandingkan dengan daging difermentasi L. plantarum.
· PSE (Pale Soft Exudatife)
Daging PSE (Pale Soft Exudative)
disebabkan Stress dalam waktu yang lama sebelum penyembelihan shg pH tetap
tinggi stlh penyembelihan. Produksi asam laktat postmortem dari glikogen yang
sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging yang sangat
rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot masih tetap tinggi.
Daya ikat air oleh proteinnya sangat rendah. Penurunan pH yang cepat, seperti
pada saat pemecahan ATP yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan
menurunkan DIA protein (Bendall, 1960). Demikian pula suhu yang tinggi akan
mempercepat penurunan pH otot pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA
sebagai akibat dari meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya
perpindahan air keruang ekstraselular.
2.2 Faktor Setelah Pemotongan
Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat
keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak
intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging,
serta lokasi otot.
a. Metode Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging
segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu
tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita
beli di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses
pelayuan. Selama pelayuan, terjadi
aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi
lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih
kuat.
Hewan yang baru dipotong
dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga
jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah
yang disebut dengan rigor mortis.
Dalam kondisi rigor, daging
menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong. Oleh
karena itu, jika daging dalam keadaan rigor dimasak, akan alot dan tidak
nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk
menyelesaikan proses rigornya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging
(pelayuan). Daging biasanya dilayukan
dalam bentuk karkas atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
luas permukaan yang dapat diinfeksi oleh mikroba.
Tujuan dari pelayuan daging
adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung
sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat, (2) pengeluaran darah
menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging menjadi kering, sehingga
kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, (4) untuk memperoleh
daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa khas.
b. Metode Pemasakan
Daging dengan jaringan ikat
sedikit seperti has, dianjurkan dimasak dengan pemanasan kering (goreng, bakar,
panggang, barbeque). Daging dengan jaringan ikat banyak seperti sengkel,
dianjurkan dimasak secara lama dan lambat dengan suhu rendah dan menggunakan
sedikit air. Suhu pemasakan memengaruhi keempukan
daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein kontraktil mengeras dan
cairan hilang sehingga menurunkan keempukan daging. Potongan daging yang empuk bila dimasak pada
suhu rendah akan menjadi lebih empuk dibanding pemasakan pada suhu sedang, dan
dengan pemasakan suhu sedang, daging lebih empuk dibanding pemasakan dengan
suhu tinggi. Oleh karena itu, suhu pemasakan perlu diperhatikan untuk
menghasilkan daging yang empuk.
Susut masak adalah perhitungan
berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging. Pada umumnya,
makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging hingga mencapai
tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indicator nilai nutrisi daging yang
berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan
diantara serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging yang ikut
menetukan keempukan daging (Soeparno, 1992).
c. Tingkat Keasaman (pH) Daging
Nilai pH merupakan salah satu
criteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di Rumah Potong Hewan
(RPH). Setelah pemotongan hewan (hewan
telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam
jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah
ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi dan merupakan
proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama
setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau
glikolisis postmortem. Dalam glikolisis
anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam
laktat. Asam laktat tersebut akan
terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan
otot.
Nilai pH otot (otot bergaris
melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan hidup sekitar
7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan
disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya
akumulasi asam laktat. Penurunan nilai
pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan
berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara
bertahap dari 7,0 sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan
mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6.
Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai
pada otot setelah pemotongan (kematian).
Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di
bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif
berkerja. (Lukman, 2010)
d. Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk
Daging)
Enzim dari tanaman, seperti
papain (dari pepaya), bromelin (dari nenas), dan fisin (getah pohon daun ara),
baik berbentuk cair maupun bubuk, dapat digunakan untuk mengempukkan daging.
Kelemahan enzim ini adalah kadang-kadang hanya bereaksi pada permukaan daging,
selain berpengaruh negatif terhadap sifat daging.
Papain dari getah pepaya paling
banyak digunakan sebagai pengempuk daging. Kualitas getah sangat menentukan
aktivitas enzim proteolitik, dan kualitas enzim bergantung pada bagian tanaman
asal getah tersebut. Aktivitas enzim dipengaruhi
oleh proses pembuatan, umur, dan
varietas pepaya. Papain
stabil pada pH larutan 5,0.
Papain sangat aktif dan tahan terhadap
panas. Papain bekerja optimum
pada suhu 50-60oC dan pH 5-7, serta aktivitas proteolitik antara 70-1.000
unit/gram.
Enzim bromelin dari nenas juga
banyak digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim bromelin dapat menguraikan
serat-serat daging sehingga menjadi lebih empuk. Buah nenas yang belum matang
mengandung bromelin lebih sedikit dibandingkan buah nenas matang yang masih
segar. Kandungan bromelin paling banyak terdapat dalam bagian kulit.
Marinasi adalah cara meningkatkan
keempukan daging dengan menambahkan bahan perasa, seperti garam atau kecap,
asam (cuka, jeruk lemon), dan enzim (papain, bromelin, fisin atau jahe).
Penambahan beberapa sendok makanminyak zaitun akan melindungi permukaan daging
dari udara dan daging akan tetap segar dan warnanya lebih cerah dalam waktu
lebih lama. Dengan marinasi terjadi pelunakan kolagen oleh garam, meningkatnya
pertahanan air, hidrolisis serta pemecahan ikatan silang jaringan ikat oleh
asam.
e. Lemak Intramuscular (Marbling)
Berdasarkan marbling, karkas sapi
dibedakan menjadi: 1) prime, bila marbling-nya berlebih, 2) choice, bila
marbling-nya sedang, 3) seledt, bila marbling-nya sedikit, 4) standart, bila
marbling-nya sangat sedikit.
Marbling adalah lemak yang
terdapat diantara serabut otot (intramuscular).
Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan
daging pada waktu dipanaskan. Marbling
berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama proses penggemukan, peningkatan
lemak karkas akan mempengaruhi komposisi karkas dan hasil daging (Priyanto et
al., 1999).
Comments
Post a Comment