PPH yang bersifat final dan tidak final

PPH yang bersifat final dan tidak final
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
Sedangkan PPh non final adalah penghasilan yang dikenakan atas obyek lainnya dimana seluruh penghasilan, selain yang telah dikenakan PPh Final, diakumulasikan selama satu tahun pajak dan dihitung pajak penghasilannya secara berlapis sesuai pasal 17 UU PPh No. 36/2008.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:
-Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
-Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan.
-Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan
Beberapa kategori penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:

-Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
-Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
-Penghasilan dari hadiah atas undian
-Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
-Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan.
-Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek
-Penghasilan atas jasa konstruksi
-Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri
-Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
-Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
-Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
-Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina
-Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi
-Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha.
-Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara
-Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.
-Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam negeri.







Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pemotongan Pajak Final)
·      Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan diskon jasa giro, tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 tahun 2000 dan turunannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK. 04/2001.
·      Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing, dengan tarif sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (7) dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.
·      Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai 20%. Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009.
·      Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (2c).
·      Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.
·      Transaksi derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang diperdagangkan di bursa, dengan tarif sebesar 2,5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2009.
·      Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder (bukan pendiri), tarif sebesar 0,5% dan 0,1% masing-masing, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1997, yang derivatif-nya berupa turunan Menteri Keuangan No 282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.
·      Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%. Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009.
·      Sewa atas tanah dan / atau bangunan, dengan tarif 10% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002.
·      Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real estate), tarif sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.
·      Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh modal usaha, dengan tarif 0,1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1995.



Tarif PPh Final Pribadi:
 
 
No.
Jenis Penghasilan /Peraturan
Objek
Tarif
1.
Bunga deposito/tabungan
Bunga yang berasal dari deposito/tabungan bank (yang didirikan di dalam negeri maupun di luar negeri melalui melalui cabangnya di Indonesia), termasuk jasa giro dan diskonto Sertifikat BI.
20% x Jumlah bruto

Dasar Hukum : 
- PP No.131 Tahun 2000
Termasuk dalam pengertian bunga adalah manfaat tabungan/deposito yang diperoleh dari perusahaan asuransi.
2.
Penghasilan dari transaksi saham
Panghasilan yang diterima oleh penyelenggara bursa dari transaksi saham.
0.1% x Jumlah bruto nilai transaksi penjualan seluruh saham Ditambah 0.5% x nilai pasar saham saat IPO untuk saham pendiri

Dasar Hukum : 
- PP No.41 Tahun 1994 jo PP   No.14 tahun 1997
3.
Hadiah atas undian
Hadiah dengan nama dan bentuik apapun melalui cara undian yang diterima oleh orang pribadi/badan dalam negeri dan luar negeri.
25% x Jumlah bruto nilai undian

Dasar Hukum : 
- PP No.132 Tahun 2000


4.
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Nilai pengalihan (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan dan NJOP tanah dan bangunan) yang lebih dari Rp.60 Juta
5 % x Nilai Pengalihan

Dasar Hukum :
- PP No.48 Tahun 1994 jo PP No.27 Tahun 1996 jo PP No.79 Tahun 1999 
 


5.
Penghasilan dari persewaan tanah dan/bangunan
Jasa perencanaan konstruksi, jasa pengawasan konstruksi
26 2/3% x 15% = 4% x jumlah bruto*

Dasar Hukum : - PP No. 29 Tahun 1996 jo PP No 5 Tahun 2002
Persewaan tanah dan/atau bangunan
10% x  jumlah bruto nilai persewaan (baik yang menyewakan adalah WP Badan/BUT maupun WP Orang Pribadi)
6.
Penghasilan bunga atau diskonto obligasi 
Bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan di bursa efek
15 % x jumlah bruto (untuk WP dalam negeri dan BUT)

Dasar Hukum : 
- PP No. 139 Tahun 2000 

20 % x jumlah bruto (untuk WP luar negeri) atau  (berdasarkan tarif persetujuan penghindaran pajak berganda)
7.
Imbalan jasa konstruksi
Jasa konstruksi oleh kontraktor pengusaha kecil
2 % x imbalan bruto jasa pelaksanaan konstruksi

Dasar Hukum :
- PP No. 140 Tahun 2000

4 % x imbalan bruto jasa perencanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi


Comments

Popular posts from this blog

SKENARIO PENERIMAAN TAMU DENGAN PERJANJIAN

Naskah Drama Siti Nurbaya dalam Bahasa Minang

CONTOH DIALOG RAPAT 6 ORANG TENTANG PRODUK BARU