Makalah Tentang Indahnya Kebersamaan
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum WR.WB
Alhamdulliallahhirobbilalamin
, puji syukur kami ucapkan kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmad
dan karunianya,semoga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul indah nya
persaudaraan dengan segala kemudahan dan kesakitan dari Allah SWT. Kami dapat
menghadapi segala hambatan dan tantangan dalam proses penyusunan makalah
sehingga terselesaikan karya yang sederhana ini.
Adapun
penyusunan makalah ini adalah untuk menganalisis serta di deskripsikan tentang
indah nya persaudaraan ,dengan adanya makalah ini semoga dapat menambah ilmu
pengetahuan.
Kami hanya bisa berharap emoga dapat
menambah manfaat baik bagi diri kami sendiri maupun bagi para pembaca .
Demikian kami mengharapkan kritikan
dan masukan dari berbagai pihak sehingga tercipta karya yang lebih baik...
Amin...
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri dan harus dengan bantuan orang
lain, sebab itulah manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Seperti dalam
sebuah hadits yang dirawayatkan oleh Imam Bukhari, dikatakan bahwa “hubungan
antara muslim itu bagaikan anggota tubuh yang tidak bisa terpisah satu sama
lain”. Akan terlihat kurang indah kalau ada manusia hidup mempunyai tangan
namun tidak mempunyai kaki. Begitu pula sebaliknya. Apalagi memiliki kaki namun
tidak berkepala. Tentusaja anggota tubuh yang lain seperi tidak ada gunanya.
Ini menggambarkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri. Tanpa adanya
persaudaraan dengan sesamanya. Manusia harus berkawan, bersaudara, dan hidup
berdampingan dengan sesama manusia dan juga makhluk lain. Namun, dalam
pergaulan antara sesamanya, banyak hal yang terkadang harus membuat renggangnya
pergaulan dan terputusnya hubungan pertemanan.
Di negara
indonesia yang kaya akan perbedaan, mulai dari agama, suku, ras dan budaya
inilah yang terkadang justru menjadi faktor pemicu terputusnya hubungan antara
sesama. Merefleksi beberapa peristiwa seperti di Ambon, Poso, Sampit dan
beberapa tempat lain, terlihat bahwa yang mendasarinya adalah kurangnya rasa
persaudaraan antar sesama. Egoisme masing-masing kepentingan yang terus
dipertahankan tanpa melihat bahwa terkadang ada kepentingan yang justru akan
dapat membawa kemaslahatan ummat.
Dalam surah
al Hujurat ayat menjelaskan bahwa :
Yang artinya
:
“Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu...”
Bardasarkan
ayat diatas jelas bahwa perbedaan memanglah suatu hal yang tidak dapat
dipungkiri oleh manusia. Karena ini merupakan Sunnatullah yang patut disyukuri.
Perbedaan sepererti ini seharusnya tetap dijaga sebagai rasa syukur atas
keberagaman ummat, bukan sebagai pemicu permusuhan dan sebagainya. Sebab,
perbedaan ini pada dasarnya hanya perbedaan di dunia, sedangkan pada pandangan
Allah SWT, perbedaan yang nampak hanyalah perbedaan manusia pada tingkat ketakwaannya.
Mengingat
berbagai riwayat pula, diketahuai bahwa Rasulullah pun begitu menyukai adanya
rasa persaudaraan, seperti bagaimana Rasulullah menyatukan suku Khazraj san
Suku ‘Aus pada saat peletakan Hajar Aswad, juga pada saat Beliau mempersatukan kaum
Muhajirin dan Anshar. Tak ada manusia yang tidak menginginkan kehidupan yang
rukun antar sesamanya dan kehidupan yang aman di dalam lingkungannya. Sebab
itulah harus ada cara yang dilakukan agar semua ini dapat tercapai. Salah satu
yang menjadi dasar tercapainya keadaan tersebut yaitu dengan menumbuhkan rasa
persaudaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat
berbagai hal yang menjadi latar belakan seperti tersebut diatas, yang menjadi
harapan utama yaitu bagaimana terbentuknya suatu tatanan manyarakat yang aman
dan hidup rukun. Bagaiman keadaan ini bisa dibentuk ? hendaknya kita melihat
hal-hal yang dicontohkan oleh Rasulullah. Seperti pada saat belia mempersatukan
kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau membangun lima azas, yaitu :
Pertama
adalah Al-Ikha (persaudaraan). Rasulullah saw menegakkan masyarakat Islam atas
dasar persaudaraan yang kokoh dan kuat. Karenanya kaum muslimin itu bersaudara.
Dalam
Islam, persaudaraan tidak mengenal batas-batas teritorial, geografis, suku,
etnis, ras, maupun warna kulit.
Ppersaudaraan dalam Islam senantiasa mengikat dan mempersatukan tujuan
serta memperkuat barisan, mengajak kepada kerjasama, gotong royong, bahu
membahu atas dasar kebaikan dan kasih sayang.
Imam
Bukhari meriwayatkan, setiba kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah, Rasulullah
Saw mempersaudarakan Abdur Rahman bin Auf dengan Sa`ad bin Ar-Rabi`. Setelah
dipersaudarakan Sa`ad berkata kepada Abdur Rahman, “Saya termasuk orang Anshar
yang berharta banyak. Itu hendak saya bagi dua separoh untukku dan separo untuk
Anda. Saya juga mempunyai dua istri, lihat dan tunjuklah mana di antara dua
perempuan itu yang Anda sukai, ia akan kucerai dan bila iddah-nya telah selesai
silakan Anda nikahi.”
Abdurrahman
menjawab, “Semoga Allah memberkati keluarga dan harta Anda. Tunjukkan saja
padaku di mana pasar tempat Anda berniaga.” Atas permintaan Abdur Rahman itu
Sa`ad menunjuk pasar Qainuqa`. Beberapa waktu kemudian ternyata Abdur Rahman
telah mempunyai kelebihan bahan makanan seperti keju (jubn) dan minya makan
(samn).
Pada suatu
hari ia datang menghadap Rasul. Beliau bertanya, “Apakah masih kesepian?” Abdur
Rahman menjawab, “Saya sudah beristri.” “Berapa mahar mas kawin yang engkau
berikan?” “Emas sebesar biji kurma.”
Masih
banyak berita-berita riwayat yang menunjukkan betapa besar perhatian kaum
Anshar terhadap saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Dengan kesadaran tinggi
dan persaudaraan yang tulus mereka rela mengorbankan sebagian kekayaan mereka
untuk membantu kehidupan kaum Muhajirin.
Kedua, Al-Musaawaah
(persamaan derajat). Rasul Saw menegakkan masyarakat di atas kaidah persamaan
yang sempurna antar umat manusia, bukan hanya di antara umat Islam, tapi juga
di antara elemen masyarakat di luar komunitas Islam. Tidak ada kelebihan antara
seseorang dengan lainnya, tidak ada kelebihan dan keistimewaan antara si kulit
putih dengan si kulit hitam, tidak ada kelebihan antara orang arab dengan bukan
arab.
Dengan
semangat persamaan pula, Nabi menghapus diskriminasi yang sebelumnya
membelenggu kehidupan umat manusia. Dalam salah satu kesempatan beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menghilangkan semangat jahiliyah,
kebanggaan mereka dengan nenek moyangnya, karena kalian berasal dari Adam dan
Hawa, dan sesungguhnya semulia-mulia kalian di sisi Allah adalah yang paling
bertakwa.” (HR. Baihaqi)
Ketiga,
Al-Ta`aawun (Saling tolong-menolong). Rasulullah Saw mengetengahkan asas
kehidupan masyarakat setelah hijrah atas sikap tolong-menolog. Tolong menolong
tersebut untuk kebaikan dan keutamaan, menjauhi hal yang haram, membasmi
kemunkaran yang bercokol, dan mengenyahkan kebatilan serta kemusyrikan, menjaga
bangunan tubuh masyarakat Islam dari penyakit-penyakit masyarakat yang bisa
membawa pada kehancuran dan bercerai-berai.
Keempat,
Al-Tasamuh (toleransi). Masyarakat Islam ditegakkan atas dasar toleransi dalam
makna dan cakupan yang luas. Islam menetapkan toleransi dan penghormatan
terhadap keyakinan dan kepercayaan umat lain, serta tidak seorang pun yang
dapat memaksakan kepercayaan dan agama Islam pada orang lain selaras dengan
firman Allah:
“Tidak ada
paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); telah jelas jalan yang benar dari jalan
yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs.
Al-Baqarah: 256)
Salah satu
fenomena yang cukup menghebohkan dunia Islam saat ini adalah adanya sekelompok
umat yang aktif mengkafirkan kelompok lainnya. Mereka memandang bahwa
orang-orang yang ada di luar kelompoknya, sebagai kafir, murtad, dan keluar
dari Islam.
Setiap kali
berbeda pendapat dengan orang lain, mereka dengan mudah menyerang lawan
bicaranya itu dengan julukan kafir. Seolah-olah di dunia ini hanya dirinya saja
yang berhak menganut agama Islam, sedangkan orang lain sangat rentan untuk
menjadi kafir.
Maka dengan
semangat hijrah, kita dididik untuk menjadi umat yang toleran dalam perbedaan
pendapat dan pandangan, tidak mudah menjatuhkan vonis kafir, bid`ah, dan syirik
kepada pihak lain sesama umat Islam.
Kelima,
Al-A`dalah (keadilan). Rasulullah saw menegakkan masyarakat Islami atas dasar
keadilan yang luas, baik terhadap kawan maupun lawan, keadilan yang tidak
pandang bulu, pangkat dan kedudukan.
Keadilan
yang dibangun oleh Rasul adalah keadilan yang memberikan hak sesuai porsinya;
keadilan yang memandang kaum lemah itu kuat karena ada hak yang harus
diterimanya dan memandang orang-orang kuat yang merampas dan menginjak-injak
haknya orang lain itu lemah. Suara keadilan telah digemakan oleh Allah:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An-Nahl:
90)
Allah telah
menyuruh kita berbuat adil, tidak cukup dengan adil saja, namun dengan keadilan
itu, kita harus berbuat kebajikan. Keadilan yang menjadi asas pembangunan dan
penyemaian nilai-nilai spiritual, moral, dan sosial dari peristiwa hijrah
meniscayakan kesejajaran seseorang di hadapan Allah sehingga kehidupan umat
Islam menjadi sentosa karenanya.
Dengan
kekuatan asas yang dipancangkan oleh Rasulullah, lengkaplah unsur-unsur yang
diperlukan bagi terbentuknya masyarakat yang beriman, bertakwa, bertauhid, yang
berdiri gagah di atas puing-puing reruntuhan Jahiliyah. Masyarakat yang sanggup
menghadapi gelombang-gelombang zaman dalam sejarah umat manusia. Masyarakat itu
telah tiada, namun misi kebenaran Allah, Islam, dan tugas sejarah yang pernah
diembannya tak pernah hilang.
Yang pasti
adalah masa kehidupan umat manusia akan cerah ceria bila kemunkaran dan
kebatilan telah sirna. “Dan katakanlah bila kebenaran telah datang dan yang
batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap.” (Qs. Al-Isra: 81)
Inilah
beberapa azas yang dibangun oleh Rasulullah dan sangat patut kita contoh agar
terciptanya kehidupan yang aman dan rukun.
Selain itu
juga, Menurut M Quraisy Shihab, berdasarkan ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an,
ada empat macam bentuk persaudaraan :
1. Ukhuwah
‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah.kita harus
merasa bersaudara karena kita semua adalah makhluk ciptaan Allah SWT.Meskipun
dengan orang yang berbedaagama,suku,budayadan yang lainnya.Tapi kita tetap
merasa bersaudara karena kita adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT.
2. Ukhuwah
Insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara
karena berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah SAW juga menekankan hal
ini melalui sebuah hadits :
3. Ukhuwah
Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. Kita
adalah satu bangsa dan sama-sama berada di negara yang sama. Sehingga kita
harus menjaga keutuhannya agar bangsa kita ini, menjadi bangsa Indonesia yang
tetap bersatu. Meskipun di indonesia terdapat berbagai macam suku dan agama,
tapi sikap toleransi antar ummat manusia tetapa ktta bangun.
4. Ukhuwah
fi ad-din al-Islam, persaudaraan muslim. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :
“Kalian
adalah saudara-saudaraku, saudara-saudara kita adalah yang dating sesudah
(wafat)ku.”
Persaudaraan
dalam Islam mengandung arti cukup luas tetapi persaudaraan antar sesama muslim
adalah pertama dan sangat utama. Sebagiamana disebutkan dalam ayat :
Yang
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu
bersaudara.” (Q.S. Al-Hujurat : 10)
Dengan melihat penjelasan tersebut
diatas, tentu dipahami bahwa persaudaraan antar sesama atau ukhuwah patutlah
kita jaga. Silaturrahmi sangat penting untuk dijaga, karena ini sebagai bekal
hidup di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang menyambun silaturrahmi akan
dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang sepanjang masa. Orang-orang yang
senantiasa memelihara persaudaraan, tentunya akan memiliki banyak relasi.
Sedangkan, relasi adalah merupakan salah satu faktor yang akan menunjang
kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan
memperbanyak saudara dan berarti pula meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Bagi mereka yang selalu menyambung
silaturrahmi akan dipanjangkan usianya. Adalah sangat logis memerlukan
pemahaman dan persepsi yang berbeda. Benar bahwa umur manusia telah dibatasi
oleh Allah, dana tidak ada seorang pun yang mampu mengubah kehendak Allah. Akan
tetapi dengan banyaknya silaturrahmi, maka perbuatan baik kepada sesama yang
akan mendatangkan pahala, tentunya akan terus terjalin.
Dengan upaya membangun persaudaraan
atau silaturrahmi, maka akan menumbuhkan rasa kasih sayang antar sesama serta
menumbuhkan gairah hidup tersendiri. Sehingga, apabila terjadi problem-problem
tertentu, dengan banyaknya pikiran dan tenaga yang disatukan, tentu segala
problematika dengan mudah akan terselesaikan.]
MACAM-MACAM PERSAUDARAAN
Ditinjau
secara sosiologis, persaudaraan dibagi
menjadi empat macam. Pertama, Persaudaraan Islam atau Al-Ukhuwwah Islamiyyah.
Kedua, Persaudaraan Keluarga atau Al-Ukhuwwah An-Nasaliyyah. Ketiga,
Persadaraan Sebangsa atau Al-Ukhuwwah Al-Wathaniyyah. Dan keempat, Persaudaraan
sesama manusia atau Al-Ukhuwwah Al-Basyariyyah.
Untuk lebih jelasnya akan kami uraikan
berbagai macam jenis persaudaraan sebagai berikut :
1.Persaudaraan
Islamiyyah
Dalam Islam
telah dikenal adanya Persaudaraan Islamiyyah atau Al-Ukhuwwah Al-Islamiyyah.
Hal ini didasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi saw. Diantara firman Allah yang menjelaskan tentang masalah persaudaraan
adalah : “Dan perpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat
Allah menjadi bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu dari padanya.” (Ali Imran : 103).
Ayat di
atas secara tegas menjelaskan bahwa agama Islam telah mempersatukan dan mempersaudarakan pemeluknya. Dan mereka tidak
diperbolehkan bercerai- berai dan saling
bermusuh-musuhan. Persaudaraan dalam Islam tidak sebatas pertalian persahabatan
yang sangat dekat bagaikan antara adik
dan kakak seayah dan seibu, akan tetapi persaudaraan Islamiyyah menyangkut
persaudaraan lahir dan batin. Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw
dengan haditsnya : “seorang muslim itu adalah (seorang yang bisa menjaga) orang
muslim lainnya selamat dari lidah dan tangannya.” Dan dalam riwayat lain Nabi
bersabda : “perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling cintai mencintai dan
saling sayang menyayangi bagaikan satu anggota badan. Apabila salah satu
anggota badan merasa sakit, maka seluruh
anggota badan tersebut ikut merasa sakit, seperti orang sakit terkena demam dan
panas.” (HR Ahmad dan Muslim dari Nu’man bin Basyir). Dan masih banyak lagi
hadits Nabi saw yang membahas tentang masalah persaudaran dalam Islam.
2. Persaudaraan Keluarga
“Janganlah duduk bersama kami orang yang
telah memutus tali silaturrahmi.”
Kemudian seorang pemuda berdiri dan meninggalkan halaqah (Majlis Nabi),
lalu ia mendatangi bibinya untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya.
Setelah meminta maaf kepada bibinya, pemuda tersebut kembali lagi ke Majis Nabi
saw. Maka Nabi bersabda : “Sesungguhnya rahmat (kasih sayang Allah swt ) tidak
akan turun kepada suatu kaum selama ada diantara mereka, seseorang yang
memutuskan tali silaturrahmi (persaudaraan). (Irsayadul Ibad, hal 99 dan
At-Targhib 3 : 345).
Muhammad
Al-Baqir menceritakan, Ayahnya, Zainal Abidin mengatakan : “Janganlah engkau
berteman dengan orang yang memutuskan tali bersaudaraan. Karena aku mendapatkan
di dalam Al-Qur’an, pemutus tali
persaudaraan akan dilaknat Allah swt dalam tiga hal.”
Perhatikanlah
keluarga kita, kaum yang paling kecil. Bila di dalamnya ada beberapa orang yang
sudah tidak saling tegur, sudah saling menjauhi, apalagi di belakang layar
mereka saling menohok dan menfitnah, maka rahmat Allah akan dijauhkan dari seluruh
anggota keluarga. Rahmat Allah artinya surga Allah tidak akan diberikan kepada
Pemutus persaudaraan.
Dalam
sejarah kehidupan umat manusia, perselisihan dan pertengkaran dalam keluarga sering kali terjadi. Dan
kebanyakan pemicunya adalah karena adanya faktor kecemburan dan ketidakadilan,
baik dalam masalah harta, seperti warisan maupun masalah lainnya. Mungkin kita
masih ingat, pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap habil atau kakak
terhadap adiknya.
Untuk
menjaga hubungan persaudaraan dalam keluarga, Nabi Muhammad saw telah
mengajarkan kepada kita dengan sabdanya : “Shadaqah terhadap orang miskin hanya
mendapat pahala shadaqah, sedangkan terhadap kerabat (keluarga) mempunyai dua
pahala yaitu pahala shadaqah dan pahala shilah (persaudaraan).” (HR
At-Turmudzi). Dan Allah swt juga menegaskan dalam firmannya bahwa diantara
kebajikan itu adalah memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat
(saudaranya) . (QS Al-Baqarah 177).
Disisi lain
Nabi saw juga memberikan penegasan dan sekaligus ancaman bagi orang yang memutuskan tali persaudaraan
dengan sabdanya : “Tidak akan masuk surga seorang pemutus tali silaturrahmi
(persaudaraan).” (HR Bukhori dan Muslim).
3. Persaudaraan sebangsa
Ketika Nabi saw dan para sahabatnya
hijrah ke Madinah, maka dibentuklah pemerintahan Islam pertama dan Nabi sebagai
pemimpin. Untuk mengatur jalannya roda pemerintahan, dibuatlah atauran atau
undang-undang sedemikian rupa, diantaranya undang-undang yang mengatur
kehidupan masyarakatnya. Salah satunya
adalah peraturan mengenai hubungan masyarakat minoritas non muslim dengan
masyarakat muslim ataupun sebaliknya. Diantara aturan itu adalah masyarakat
mayoritas (muslim) tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap kaum
minoritas non muslim. Bahkan Nabi saw berpesan melalui haditsnya: “Barang siapa
yang menyakiti orang (kafir) dzimmi, maka ia telah menyakitiku.” (Al-Hadits).
Dari kutipan hadits di atas kita bisa memahami bahwa Nabi saw memberikan
jaminan keselamatan kaum minoritas. Dan ini merupakan gambaran sekilas bentuk
persaudaraan sebangsa dan setanah air.
4.
Persaudaraan sesama manusia.
Ajaran Islam tidak hanya mengatur
kehidupan antar sesama muslim, sesama keluarga dan sebangsa. Akan tetapi ia
juga mengajarkan bagaimana mengatur
kehidupan sesama manusia. Di mata
Islam semua bangsa di dunia memiliki kesamaan dan kesetaraan. Tidak ada suatu
ajaranpun yang mengatakan bahwa bangsa tertentu
lebih mulia atau lebih rendah dari bangsa lain kecuali yang paling bertakwanya
kepada Allah.
Allah swt menjelaskan dalam Al-Qur’an :
“Wahai
manusia, sesungguhnya Kami mencipatakan kamu seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujuraat : 13).
Rasulullah
saw juga menyampaikan pesan pada saat melakukan Haji Wada’ (perpisahan) pada
tahun sepuluh hijriah. Beliau menegaskan dengan sabdanya : “Wahai manusia,
sesungguhnya Tuhanmu satu, dan Bapakmu juga satu. Kamu sekalian keturunan
(Nabi) Adam dan Adam dijadikan dari tanah. Tidak ada yang lebih mulia di sisi
Allah kecuali yang lebih bertakwa. Tidak ada keuatamaan bagi Bangsa Arab
terhadap Bangsa lain kecuali takwa.” (Nurul Yaqin, hal 258-259).
Ayat dan
hadits di atas telah memberikan informasi dan sekaligus pelajaran berharga bahwa hakekatnya seluruh umat
manusia di dunia ini adalah bersaudara.
Mereka berasal dari satu keturunan yakni Nabi Adam alaihissalam. Untuk itu,
tidak selayaknya bagi mereka saling bermusuhan dan saling bunuh membunuh.
Akan tetapi, tebarkanlah rasa damai,
rasa kasih sayang dan saling menghormati diantara kita.
Kisah Persaudaraan Rasulullah
Seorang
lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke
Madinah dengan tujuan
hendak membunuh Nabi
Shalallahu alaihi wa
sallam. Segala persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya,
dan ia pun sudah memasuki ke kota suci
tempat Rasulullah tinggal itu.
Dengan semangat meluap-luap
ia mencari majlis Rasulullah, langsung
didatanginya untuk
melaksanakan maksud tujuannya.
Tatkala Tsumamah datang, Umar bin Khattab ra. segera menghadangnya yang
melihat gelagat buruk pada penampilan
orang tersebut.
Umar
bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang
musyrik?”
Dengan terang-terangan Tsumamah
menjawab, “Aku datang
ke negeri ini
hanya untuk membunuh Muhammad!”.
Mendengar
ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Tsumamah tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu
mengadakan perlawanan. Umar berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya
kemudian dibawa ke masjid. Setelah mengikat Tsumamah di salah satu tiang
masjid Umar segera melaporkan kejadian
ini pada Rasulullah.
Rasulullah segera
keluar menemui orang
yang bermaksud membunuhnya
itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah
baik-baik, kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah
memberinya makan?”.
Para
shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar
yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah
untuk membunuh orang
ini seakan tidak percaya
dengan apa yang
didengarnya dari Rasulullah.
Maka Umar
memberanikan diri bertanya,
“Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin
membunuh bukan ingin masuk Islam!”
Namun
Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan
Umar. Beliau berkata,
“Tolong ambilkan segelas
susu dari rumahku,
dan buka tali pengikat orang itu”.
Walaupun merasa
heran, Umar mematuhi
perintah Rasulullah.
Setelah memberi minum Tsumamah, Rasulullah dengan
sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaha illa- Llah (Tiada ilah
selain Allah).”
Si musyrik
itu menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!”.
Rasulullah
membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad
itu Rasul Allah.”
Namun
Tsumamah tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengucapkannya!”
Para
sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang
yang tak tahu untung itu. Tetapi
Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Tsumamah yang musyrik itu
bangkit seolah-olah hendak pulang ke negerinya. Tetapi belum berapa jauh dari
masjid, dia kembali kepada Rasulullah
dengan wajahramah berseri.
Ia berkata,
“Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan engkau
Muhammad..adalah Rasul Allah.”
Rasulullah
tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku
memerintahkan kepadamu?”
Tsumamah
menjawab, “Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena
khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun
setelah engkau bebaskan, aku masuk
Islamsemata-mata karena mengharap keredhaan Allah Robbul Alamin.”
Pada suatu
kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah,
tiada yang lebih kubenci dari Muhammad.
Tetapi setelah aku meninggalkan kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang
lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”
Salam
’alaika ya Rasulullah…
“Ya Allah berikanlah
rahmat kepada Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikanrahmat kepada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung. Dan berikanlah karunia kepada Muhammad dan
keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan karunia kepada Ibrahim
dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung”. HR.
Ahmad, Nasa’I dan Abu Ya’la dengan sanad shahih.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Manusia
sebagai makhluk sosial dan selalu hidup berdampinga tentinya menginginkan
adanya keidupan yan rukun, aman, damai dan tentram. Oleh sebab itu, ditengah
perbedaan – perbedaan yang ada hendaknya didalam dirinya manusia dapat
menumbuhkan Al-Ikha (persaudaraan), Al-Musaawaah (persamaan derajat),
Al-Ta`aawun (Saling tolong-menolong), Al-Tasamuh (toleransi), dan Al-A`dalah
(keadilan).
Dengan
tumbuhnya hal-hal tersebut didalam diri manusia, maka dengan mudah kerukunan
antar sesama akan mudah terjalin. Dan berbagai masalah seperti permusuhan dan
pertengkaran tidak akan mudah terjadi.
Selain itu
juga, dalam menumbuhkan rasa persaudaraan, perlu diketahui ada berbagai bentuk
persaudaraan yang perlu dibangun. Seperti menurut Quraisy Shihab, yaitu Ukhuwah
‘ubudiyyah, Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah), Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab,
dan Ukhuwah fi ad-din al-Islam.
B. Saran
Untuk
menjaga keutuhan masyarakat dan keutuhan bangsa kita yang dipenuhi dengan
keberagaman, hendaknya bersama-sama kita menumbuhkan rasa Ukhuwah dan hal
lainnya agar apa yan kita dan bangsa kita cita-citakan dapat terwujud.
Mudah-mudahan
makalah ini dapat menjadi salah satu bacaan yang dapat memberikan manfaat bagi
para pembacanya. Dan semoga kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, tidak ditemukan lagi pada makalah-makalah selanjutnya.
Comments
Post a Comment