Karya Ilmiah tentang Koloid
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa karena pada akhirnya kami bisa menyelesaikan laporan karya ilmiah
ini.
Laporan
ini disusun berdasarkan perintah guru kimia kelas XI mengenai pembuatan produk
system koloid (sabun cair / hand wash). Diharapkan dengan adanya laporan karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami
menyadari bahwa laporan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Terimakasih.
Tanjung Ampalu,10 Juni 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dilingkungan kita banyak sekali penerapan ilmu-ilmu kimia salah satunya adalah penggunaan ”KOLOID” dalam kehidupan sehari – hari , jadi kita atau khusunya seorang siswa sebaiknya mengerti apa itu sebenarnya koloid , sifat – sifatnya serta kegunaanya karena itu sangat berguna serta memang menjadi salah satu materi kimia yang harus dikuasai.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatasa dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa itu koloid ?
b. Apa saja jenis – jenis koloid ?
c. Apa saja sifat – sifat dari koliod ?
d. Bagaimana cara pembuatan koloid ?
e. Dimana saja koloid itu dipergunakan ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
a. Agar para pembaca
mengetahui apa itu koloid beserta jenis-jenisnya .
b. Agar para
pembaca mengetahui sifat – sifat dari koloid .
c. Agar para
pembaca mengetahui cara-cara pembuatan koloid.
d. Agar para
pembaca mengetahui cara penggunaan koloid .
1.4 MANFAAT PENULISAN
Tujuan
penulisan karya ilmiah ini, selain sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas
kimia, juga diharapkan untuk memberi manfaat bagi saya sendiri, dan para
pembaca khusunya siswa agar lebih mengerti tentang materi kimia khususnya
materi “KOLOID” .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
KOLOID
Ada kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui
beberapa produk yang merupakan campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut
dapat bercampur secara merata/ homogen. Misalnya saja saat ibu membuatkan susu
untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara merata dengan air panas.
Produk-produk seperti itu adalah sistem koloid.
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel
zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebarsecara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/
pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud
dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah
tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air).
Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones,
hairspray, jelly, dll.
Keadaan
koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu
koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa
pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai
dengan 10-4 cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak
menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom,
molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas
partikel-partikel dengan bebagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan
atom emas atau lebih. Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang
mengandung sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang
sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin. Berat molekul dari
molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
2.2
JENIS-JENIS KOLOID
Sistem koloid tersusun
dari fase terdispersi yang tersebar merata dalam medium pendispersi. Fase
terdispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas.
Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu:
A. Koloid Sol
Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, sol
dapat dibagi menjadi:
1. Sol Padat
Sol padat merupakan sol
di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan logam, gelas
berwarna, dan intan hitam.
2. Sol Cair (Sol)
Sol cair merupakan sol di
dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta, tepung dalam air,
tanah liat, dll.
3. Sol Gas (Aerosol
Padat)
Sol gas merupakan sol di dalam
medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu di udara, asap pembakaran, dll
B. Koloid Emulsi
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya,
emulsi dapat dibagi menjadi:
1. Emulsi Gas
(Aerosol Cair)
Emulsi gas merupakan emulsi di
dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat
membentuk system koloid dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu
juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.
2. Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi
di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair
yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan
zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya
seperti minyak.
Sifat emulsi cair yang penting ialah:
a. Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat
rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan
elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi.
b. Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan
penambahan sejumlah medium pendispersinya.
C. Emulsi Padat atau Gel
Gel merupakan emulsi didalam
medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap terbentuk akibat penggumpalan
sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel sol akan bergabung
membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian akan saling bertaut
sehingga terbentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair
terperangkap dalam lubung-lubang struktur tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
1. Gel elastic
Gel yang bersifat elastis,
yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali ke bentuk awal jika
gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.
2. Gel non-elastis
Contoh adalah gel silica.
D. Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana
fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya,
buih dapat dibagi menjadi:
1. Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem
koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Biasanya
fase terdispersi gas berupa udara atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karena
adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan
mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya
adalah buih yang dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair
ialah:
a. Struktur buih
cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium pendispersi) akibat
kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua
gelembung gas, dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi.
b. Struktur buih
cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar
2. Buih Padat
Buih padat adalah
sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi
zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan).
Beberapa buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll
Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase
terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya
tergolong sebagai larutan.
2.3 SIFAT-SIFAT
KOLOID
A. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh
partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang
cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang
ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu
larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan
cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada
sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena
partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati,
partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit
dan sangat sulit diamati.
B. Gerak Brown
Jika kita amati system
koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel
tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak
Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan
berikut:
Partikel-partikel suatu zat
senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair
dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk system
koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan
partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid
itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang.
Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak
partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat
gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid,
semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak
Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat
(suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system
koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu
system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
C. Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.
D. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
E. Koloid Liofil
dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.
1. Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase
terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
2. Koloid Liofob
: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecilterhadap
medium pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.
Contoh: sol belerang, sol emas.
F. Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion
pengganggu dengan cara ini disebut proses dialisis. Yaitu dengan mengalirkan
cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semi permeable
yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable ini
dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid
dan cairan akan berpisah
G. Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa
pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan arus listrik.
2.4 PEMBUATAN
SISTEM KOLOID
Jika kita atau sebuah industri akan memproduksi suatu produk berbentuk koloid,
bahan bakunya adalah larutan (partikel berukuran kecil) atau suspensi (partikel
berukuran besar). Didasarkan pada bahan bakunya, pembuatan koloid dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.
1. Kondensasi
Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi
partikel koloid. Proses kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu
melalui reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian
pelarut.
a) Reaksi Redoks
Contoh
1. Pembuatan sol
belerang dari reaksi redoks antara gas H 2 S dengan
larutan SO 2.
Persamaan reaksinya: 2 H 2 S
(g) + SO 2 (aq) →2 H 2 O (l) + 3 S
(s) (sol belerang)
2. Pembuatan sol
emas dari larutan AuCl 3 dengan larutan encer formalin
(HCHO).
Persamaan reaksinya:
2 AuCl 3(aq) +
3 HCHO (aq) + 3H 2 O (l) → 2 Au (s) + 6HCl (aq) + 3 HCOOH
(aq) (sol emas)
b) Reaksi
Hidrolisis
Contoh,
1. pembuatan sol
Fe(OH) 3 dengan penguraian garam FeCl 3 Persamaan reaksinya adalah: mengunakan
air mendidih.
FeCl 3 (aq)
+ 3 H 2 O (l) → Fe(OH) 3 (s) + 3 HCl ( aq) (sol Fe(OH) 3)
c) Reaksi
Dekomposisi Rangkap
Contoh
1) Pembuatan sol
As 2 S 3, dibuat dengan mengalirkan gas
H 2 S dan asam arsenit (H3AsO 3 )
yang encer.
Persamaan reaksinya: 2 H3AsO 3 (aq)
+ 3H2S (g) → As2S3 (s) + 6H2O
(l) (sol As 2S3 )
2) Pembuatan sol
AgCl dari larutan AgNO 3 dengan larutan NaCl encer.
Persamaan reaksinya: AgNO 3 (aq)
+ NaC1 (aq) → AgCl (s) + NaNO 3 (aq)
Sol AgCl
d) Reaksi
Pergantian Pelarut
Contoh, pembuatan sol belerang dari larutan belerang dalam alkohol ditambah
dengan air. Persamaan reaksinya:
S (aq) + alkohol + air → S (s)
Larutan S sol belerang
2. Dispersi
Dispersi
adalah pembuatan partikel koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan
koloid dengan dispersi meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan
ultrasonik.
a) Proses Mekanik
Proses
mekanik adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau penggilingan
(untuk zat padat) serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair).
Setelah diperoleh partikel yang ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian
didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh, pembuatan sol belerang.
b) Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggunakan zat kimia (zat
elektrolit) untuk memecah partikel besar (kasar) menjadi partikel koloid.
Contoh, proses pencernaan makanan dengan enzim dan pembuatan sol belerang dari
endapan nikel sulfida, dengan mengalirkan gas asam sulfida.
c) Busur Bredig
Busur
Bredig ialah alat pemecah zat padatan (logam) menjadi partikel koloid dengan
menggunakan arus listrik tegangan tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam,
yang hendak dibuat solnya, menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode
yang dicelupkan ke dalam air; kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua
ujung kawat. Logam sebagian akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol
logam. Contoh, pembuatan sol logam.
d) Suara Ultrasonik
Cara ini
hampir sama dengan cara busur Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol
logam. Ka1au busur Bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara
ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di
atas 20.000 Hz.
2.5 KEGUNAAN KOLOID
Sistem koloid banyak
digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan
untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan
bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:
Jenis industri
|
Contoh aplikasi
|
Industri makanan
|
Keju, mentega, susu, saus salad
|
Industri kosmetika dan
perawatan tubuh
|
Krim, pasta gigi, sabun
|
Industri cat
|
Cat
|
Industri kebutuhan rumah
tangga
|
Sabun, deterjen
|
Industri pertanian
|
Peptisida dan insektisida
|
Industri farmasi
|
Minyak ikan, pensilin untuk
suntikan
|
Berikut ini adalah
penjelasan mengenai aplikasi koloid:
1. Pemutihan
Gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat
diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan
melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid akan mengadsorpsi
zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut mengadsorpsi zat warna
dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih.
2. Pe 2. Penggumpalan Darah
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi
luka, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang
mengandung ion-ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion
tersebut membantu agar partikel koloid di protein bersifat netral sehingga
proses penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
3.
Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah
liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena
itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah
agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara
menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang
terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid
Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi:
Al3+ +
3H2O Ã Al(OH)3 +
3H+
Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan
muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi
koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang
juga mengendap karena pengaruh gravitasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
o Partikel koloid
dapat menghamburkan cahaya sehingga berkas cahaya yang melalui sistem koloid.
Dapat diamati dari samping sifat partikel koloid ini disebut efek Tyndall.
o Jika diamati
dengan mikroskop ultra ternyata partikel koloid senantiasa bergerak dengan
gerak patah-patah yang disebut gerak Brown. Gerak Brown terjadi karena tumbukan
tak simetris antara molekul medium dengan partikel koloid.
o Koloid dapat
mengadsorpsi ion atau zat lainpada permukaannya, dan oleh karena luas
permukaannya yang relatif besar, maka koloid mempunyai daya adsorpsi yang
besar.
o Adsorpsi ion-ion
oleh partikel koloid membuat partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Muatan
koloid menyebabkan gaya tolak-menolak di antara partikel koloid, sehingga
menjadi stabil (tidak mengalami sedimentasi).
o Muatan partikel
koloid dapat ditunjukkan dengan elektroforesis, yaitu pergerakan partikel
koloid dalam medan listrik.
o Penggumpalan
partikel koloid disebut koagulasi. Koagulasi dapat terjadi karena berbagai hal,
misalnya pada penambahan elektrolit. Penambahan elekrolit akan
menetralkan muatan koloid, sehingga faktor yang menstabilkannya hilang.
o Campuran koloid
dapat dipisahkan dari ion-ion atau partikel terlarut lainnya melalui dialisis.
o Koloid yang
medium dispersinya berupa cairan dibedakan atas koloid liofil dan koloid
liofob. Koloid liofil mempunyai interaksi yang kuat dengan mediumnya;
sebaliknya, pada koloid liofob interaksinya tersebut tidak ada atau sangat
lemah.
o banyak sekali
produk industri dalam bentuk koloid, terutama karena dengan bentuk koloid, maka
zat-zat yang tidak saling melarutkan dapat disajikan homogen secara
makroskopis.
o Pengolahan air
bersih memanfaatkan sifat koloid, yaitu adsorpsi dan koagulasi. Pada pengolahan
air bersih digunakan tawas (alumunium sulfat), kaporit (klorin) dan kapur.
o Koloid dapat
dibuat dengan cara dispersi atau kondensasi. Pada cara dispersi, bahan kasar
dihaluskan kemudian didispersikan ke dalam medium dispersinya. Pada cara
kondensasi, koloid dibuat dari larutan di mana atom atau molekul mengalami
agregasi (pengelompokan), sehingga menjadi partikel koloid.
o Sabun dan
detergen bekerja sebagai bahan aktif permukaan yang fungsinya mengelmusikan
lemak ke dalam air.
o Asbut adalah
suatu bentuk pencemaran yang merupakan sistem koloid.
BAB IV
DAFTAR PUSAKA
· Lakitan, B., 1993,
Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 63-71.
· Loveless, A.R.,
1991, Prinsip-prinaip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik, buku 1, Penerjemah
Kuswoto Karta Winata dkk, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
· Mahida U.N., 1984,
Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri, C.V. Rajawali, Jakarta, hal.
87-98.
· Neis, Uwe., 1993,
Memanfaatkan Air Limbah, Penerjemah: Lily Suherli, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
· Steenis C.G.G.J.
Van., 1975, Flora Untuk Sekolah-sekolah Di Indonesia, Penerjemah : M.
suryowinoto, S.Hardjosuwarno, S.S. Adisewojo, Wibisono, M. Partodidjojo,
S.Wirjohardjo., P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.
Comments
Post a Comment