Makalah Sumpah Pemuda


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas kajian PPKn . Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari Guru pembimbing PPKn . Selain itu juga penulis ingin memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai Sumpah Pemuda 1928 sebagai Penguat Nasionalisme menuju Proklamasi 1945.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing bidang studi dan teman-teman yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada penulis dalam menyusun tugas ini serta kepada semua pihak yang telah membantu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca, khususnya dari teman-teman dan guru pembimbing. Penulis akan sangat menerima segala kritik dan saran.




Tanjung Ampalu 20 Maret 2018



Penulis









DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
1.1   Latar Belakang
2.1   Sejarah Sumpah Pemuda
2.2   Arti Sumpah Pemuda
2.3   Tujuan dan Manfaat  Sumpah Pemuda
2.4   Penaatan Sumpah Pemuda Saat Ini
2.5  Pengaplikasian Sumpah Pemuda pada Anak untuk Membangun Pendidikan Karakter atau Watak.
Tokoh-tokoh / Pahlawan Sumpah Pemuda















1.1              Latar Belakang
Dalam kehidupan dahulu ini kita sering menjumpai pemuda yang berjuang demiIndonesia dengan cara bertempur dimedan perang. Mereka rela mati demi kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai pemuda-pemudi generasi sekarang juga harus meniru kerjakeras mereka berjuang membela bangsa  Indoneisa, tak harus berperang seperti para pahlawan. Kita dapat menjadi pemuda-pemudi yang berprestasi dan mengharumkannama bangsa. Kegigihan pemuda jaman dahulu berhasil melahirkan sesuatu yangdisebut “sumpah pemuda”
Sumpah pemuda adalah sebuah ikrar dari para pemuda yang dijadikan buktiotentik bahwa pada tangga 28 oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karenaitu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktobersebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia inimerupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawahkekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudianmendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkatharkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahunkemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.Sekarang ini banyak pemuda yang lupa akan sejarah para pemuda terdahulu.Sehingga banyak pemuda yang mudah terkontaminasi oleh hasutan orang-orang jahat.
Alhasil banyak pemuda yang memilih berdemo ketimbang membuat musyawarah antara petinggi negeri ini dengan rakyat. Selain berdemo, para pemuda juga melakukan aksitawuran yang telah merajalela dikalangan siswa SD,SMP, dan SMA. Dizaman yangmodern ini para pemuda seakan di jajah kembali namun bukan secara terang-terangannamun di jajah secara psikis.Solusi untuk mengatasi sikap pemuda ini adalah dengan memperkenalkan merekadengan sejarah dan akhlak dari kecil hingga dewasa. Sehingga pemuda Indonesiamampu membangun negeri ini dengan kepala dingin.Melihat kejadian pemuda yang makin agresif maka akan dibahas dalam makalahini agar dapat mengetahui bagaimana sejarah pemuda membangun bangsa ini serta bentuk pengaplikasian tepat yang dilakukan dalam era modern ini. Secara jelasmengenai sejarah, arti, dan pengaplikasiannya akan dibahas pada Bab II.

2.1       Sejarah Sumpah Pemuda
Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928
hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoela dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkandalam perjuangan.

Adapun panitia Kongres Pemuda terdiri dari :
Ketua  : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua    : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V : Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)

Peserta:Abdul Muthalib Sangadji; Purnama Wulan; Abdul Rachman; Raden Soeharto; Abu Hanifah; Raden Soekamso; Adnan Kapau Gani; Ramelan; Amir (Dienaren van Indie); Saerun (Keng Po); Anta Permana; Sahardjo; Anwari; Sarbini; Arnold Manonutu; Sarmidi Mangunsarkoro; Assaat; Sartono; Bahder Djohan; S.M. Kartosoewirjo; Dali; Setiawan; Darsa; Sigit (Indonesische Studieclub); Dien Pantouw; Siti Sundari; Djuanda; Sjahpuddin Latif; Dr.Pijper; Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken); Emma Puradiredja; Soejono Djoenoed Poeponegoro; Halim; R.M. Djoko Marsaid; Hamami; Soekamto; Jo Tumbuhan; Soekmono; Joesoepadi; Soekowati (Volksraad); Jos Masdani; Soemanang; Kadir; Soemarto; Karto Menggolo; Soenario (PAPI & INPO); Kasman Singodimedjo; Soerjadi; Koentjoro Poerbopranoto; Soewadji Prawirohardjo; Martakusuma; Soewirjo; Masmoen Rasid; Soeworo; Mohammad Ali Hanafiah; Suhara; Mohammad Nazif; Sujono (Volksraad); Mohammad Roem; Sulaeman; Mohammad Tabrani; Suwarni; Mohammad Tamzil; Tjahija; Muhidin (Pasundan); Van der Plaas (Pemerintah Belanda); Mukarno; Wilopo; Muwardi; Wage Rudolf Soepratman; Nona Tumbel.
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin. Isi dari Sumpah pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut:
PERTAMA: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).
KEDOEA: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).
KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).
Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.

2.2       Arti Sumpah Pemuda
Ketika beraneka-ragam kecenderungan permusuhan atau perpecahan mulai nampak membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa kita, maka mengisi Hari Sumpah Pemuda dengan jiwa aslinya adalah amat penting. Suara-suara negatif sebagai akibat interpretasi yang salah tentang otonomi daerah sudah mengkhianati jiwa Sumpah Pemuda. Demikian juga pernyataan dan kegiatan-kegiatan sebagian dari golongan Islam reaksioner, seperti yang dipertontonkan oleh organisasi/gerakan semacam Front Pembela Islam, Ahlussunah Waljemaah, Majelis Mujahidin Indonesia, KISDI dan lain-lain sebagainya.
Perlulah kiranya selalu kita ingat bersama-sama bahwa Sumpah Pemuda, yang dilahirkan sebagai hasil Kongres Pemuda II yang diselenggarakan tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta adalah manifestasi yang gemilang dari hasrat kuat kalangan muda Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku dan agama, untuk menggalang persatuan bangsa dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Mereka ini adalah wakil-wakil angkatan muda yang tergabung dalam Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Minahasa Bond, Madura Bond, Pemuda Betawi dan lain-lain. Atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) inilah kongres pemuda itu telah melahirkan Sumpah yang berbunyi : “Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah-darah yang satu : tanah Indonesia. Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu: bangsa Indonesia. Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa yang satu : bahasa Indonesia “.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, sudah terjadi banyak perlawanan terhadap kolonialisme Belanda, yang dilakukan oleh berbagai suku di berbagai daerah, baik di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan pulau-pulau lainnya. Namun, karena perjuangan itu sebagian besar bersifat lokal dan kesukuan, maka telah mengalami kegagalan. Pembrontakan PKI di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dalam tahun 1926 merupakan gerakan yang menimbulkan pengaruh politik yang lintas-suku dan lintas-agama yang penting (karena juga terjadi di Sumatera Barat). Sumpah Pemuda lahir dalam tahun 1928, ketika puluhan ribu orang telah ditahan dan dipenjarakan oleh pemerintah Belanda sebagai akibat pembrontakan PKI dalam tahun 1926. Berbagai angkatan muda dari macam-macam suku dan agama telah menyatukan diri dalam perlawanan terhadap kolonialisme Belanda lewat Sumpah Pemuda, ketika ribuan orang digiring dalam kamp pembuangan di Digul. Adalah penting untuk sama-sama kita perhatikan bahwa tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Yamin (Jong Sumatranen Bond), Amir Syarifuddin (Jong Batak), Senduk (Jong Celebes), J. Leimena (Jong Ambon), adalah peserta-peserta aktif dalam melahirkan Sumpah Pemuda. Dan perlulah juga kita catat, bahwa Sumpah Pemuda dicetuskan oleh kalangan muda, ketika Bung Karno aktif melakukan beraneka kegiatan lewat PNI (yang dua tahun kemudian ditangkap Belanda dan diajukan di depan pengadilan Bandung, di mana ia mengucapkan pidato pembelaannya yang terkenal “Indonesia Menggugat”).
Jadi, jelaslah bahwa Sumpah Pemuda adalah semacam kontrak-politik berbagai suku bangsa Indonesia, yang diwujudkan secara kongkrit oleh wakil-wakil angkatan muda mereka. Sumpah Pemuda adalah fondasi penting kebangkitan bangsa Indonesia dan landasan utama bagi pembentukan negara Republik Indonesia.

2.3       Tujuan dan Manfaat  Sumpah Pemuda
“Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia”, isi dari sumpah pemuda yang dikumandangkan pada 28 Oktober 1928 di di Gedung Oost Java Bioscoop bertujuan untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sebelumnya masih bersifat sangat kedaerahan. Selain itu sumpah setia ini bertujuan untuk mempersatukan pemuda-pemuda di seluruh tanah air.
Adapun manfaat yang dapat kita petik dari Sumpah Pemuda antara lain sebagai berikut:
Semangat kekeluargaan, persatuan, dan persaudaraan antar sesama.
Terwujudnya kerukunan antar masyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga tidak mudah dipecah belah (di adu domba)
Menumbuhkan kesadaran  bahwa ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan terhadap disintegrasi bangsa yang merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
2.4       Penaatan Sumpah Pemuda Saat Ini
Momen Sumpah Pemuda, pemuda harusnya mengambil pelajaran untuk kemajuan bangsa ke depan, pemuda yang notabene generasi penerus untuk kemajuan bukan untuk terpecah belah. Mahasiswa saat ini dinilai cenderung melupakan sejarah. Kesan itu bisa dirasakan pada sebagian mahasiswa. Disinilah sebenarnya fungsi organisasi pemuda dan kemahasiswaaan. Baiknya semua mahasiswa bisa turun serta aktif dalam ormawa, lalu fungsi pengkaderan harus terus ditingkatkan. Rasa cinta tanah air pemuda jaman sekarang juga dinilai masih cukup kurang. Banyak sekali yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cinta tanah air kita, contohnya dengan menggunakan batik, akan tetapi budaya fashion pemuda jaman sekarang lebih memilih untuk mengikuti budaya barat. Selain itu, tawuran antar pelajar maupun mahasiswa merajalela dimana-mana hanya dikarenakan perbedaan suku ataupun golongan. Lalu apa gunanya rumusan Sumpah Pemuda yang kedua yaitu “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia” ? Yang terakhir yaitu mengenai Bahasa persatuan kita, yaitu Bahasa Indonesia. Miris rasanya ketika pemuda yang notabene sebagai generasi penerus bangsa tidak menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan, melainkan mengadopsi bahasa-bahasa asing yang menurut mereka terlihat lebih gaul. Lantas kalo bukan kita semua yang melestarikan Bahasa Indonesia,siapa lagi? Apakah kita sudah mewujudkan Sumpah Pemuda dalam kehidupan kita sehari-hari?
Dalam kehidupan sehari-hari, wujud cinta tanah air juga dapat berupa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam percakapan dengan sesame. Kebanyakan dari kita belakangan ini lebih suka menggunakan bahasa yang –kata banyak orang- disebut bahasa gaul. Misalnya seperti gue elo dibanding aku kamu. Pada 28 Oktober 1928 telah diikrarkan Sumpah Pemuda yang salah satunya dari tiga isinya ialah menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Selain bahasa gaul, bahasa yang dianggap lebih keren –kata anak muda- ialah bahasa Inggris. Kita tahu bahwa bahasa Inggris adalah bahasa internasional dan kita boleh mempelajarinya, bahkan diajarkan di sekolah. Namun tetap saja bangsa kita adalah bangsa Indonesia, sudah semestinya bahasa kita adalah bahasa Indonesia. Bagaimana mungkin kita mengaku sebagai bangsa Indonesia jika kita malah jauh lebih fasih berbicara menggunakan bahasa bangsa lain dibanding bahasa kita sendiri.
Perwujudan lainnya adalah dengan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana kita tunduk kepada Sang Pencipta, menghargai sesama manusia, bersikap adil dan beradap, bermusyawarah, dan tidak membeda-bedakan stiap orang dapat juga dikategorikan sebagai perwujudan cinta tanah air. Hal-hal yang tersebut di atas merupakan hal-hal kecil dan sederhana. Namun justru itulah perwujudan cinta tanah air yang semestinya. Kita tidak harus selalu bertempur di medan perang untuk membuktikan kecintaan kita terhadap Indonesia. Namun mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah termasuk cinta kepada tanah air. Pengamalan Pancasila dikatakan sebagai bentuk cinta tanah air karena Pancasila merupakan ideologi nasional. Dan kita, sebagai bangsa Indonesia, tentunya berkewajiban untuk –tidak hanya menghafalkannya, tetapi juga- mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari kita.
Ada lagi yang dapat kita lakukan untuk melawan keprihatinan kita terhadap penerapan Sumpah Pemuda,yaitu dengan menulis. Sebuah karya tulis bisa memmbangkitkan rasa cinta terhadap tanah air, misalnya saja melawan sms-an dengan bloger. Bisa juga dengan mengumpulkan tulisan-tulisan yang bisa mengangkat jiwa nasionalisme kita.

2.5       Pengaplikasian Sumpah Pemuda pada Anak untuk Membangun Pendidikan Karakter atau Watak.
Rapuhnya tembok demokrasi, jebolnya tembok kejujuran merupakan tidak kokohnya pondasi pendidikan karakter dan budaya bangsa serta muatan religiusitas yang diertai praktik sosialnya. Penulis sepakat dengan frase; sumpah pemuda, pendidikan karakter dan kebudayaan. Kebudayaan menjadi nilai penting dan telah dibuktikan oleh para guru kita terdahulu. Spirit sumpah pemuda, karakter dan pendidikan kebudayaan menjadi  kekuatan yang kini masih bisa diharapkan. Lalu bagaimana sebaiknya ranah pendidikan bersikap?
Semangat dan nilai sumpah pemuda  nyata-nyata juga melahirkan nilai nasionalisme. Nilai yang mengutamakan semangat kebangsaan, namun memangkas aspek kedaerahan yang kuat kala itu. Kini kesadaran untuk bersatu muncul lagi. Pemerintah menggalangkan gerakan pendidikan karakter, terakhir dengan kebijakan perubahan nama kementrian.
Nilai sumpah pemuda menjadi aplikatif ketika dilaksanakan dalam pendidikan karakter di sekolah. Sekolah menjadi miniature masyarakat dan miniature kebangsaan yang kompleks dan sarat nilai. Sudah waktunya sekolah menerapkan nilai-nilai semangat sumpah pemuda dalam aktifitas yang semestinya, bukan sekadar teori belakan.
Jika zaman orde baru kita mengenal  system penataran P4, yang dengan doktrinnya ampuh membekas dalam ingatan namun rapuh dalam aplikasinya. Kini, semangat nilai sumpah pemuda harus dirintis kembali dalam tindakan nyata. Paradigma pembelajaran di kelas perlu diubah dalam balutan semangat sumpah pemuda. Kepemudaan menjadi ruh yang kuat pendidikan karakter berkebudayaan. Tepat jika kini pemerintah melalui dinas pendidikan, menerapkan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa (PKPB).
Ruh dari PKPB merupakan kotemplasi pendidikan karakter, kebudayaan dan perlu pula mengambil ruh sumpah pemuda.
Untuk itu, pertama Dinas pendidikan merumuskan kembali arah PKPB sampai ke bentuk pelaporannya kepada orangtua siswa. Dinas perlu mencari format alternative pendidikan karakter dan budaya bangsa melalui pembangkitan atau revitalisasi nilai sumpah pemuda. Di usia ke -83 Sumpah Pemuda sebaiknya bukan lagi sekadar ceremonial belaka, sehingga siswa sekadar tahu kerangka luarnya saja.
Kedua, pada tataran sekolah perlu mengadakan berbagai kegiatan aplikatif untuk mengaplikasikan nilai sumpah pemuda. Misalnya kegiatan lomba, kegiatan kunjungan ke tokoh kebangsaan, mendatangkan pakar dan studi kebudayaan. Di sisi lain, siswa akan merasa memiliki semangat nesionalisme, jika sudah pernah melakukan study kebudayaan. Secara empiris, sekolah perlu melakukan tindakan riil untuk menerapkan semangat sumpah pemuda. Guru menjadi bagian yang penting untuk mengkaji kembali nilai sumpah pemuda kemudian disisipkan dalam pembelajaran dan penilaian peri laku. Ranah psikomotorik, social siswa juga menjadi pertimbangan khusus untuk kenaikan kelas atau kelulusan, jika selama ini tumpuan kelulusan dan kenaikan kelas sekadar nilai angka.

1. Sugondo Djojopuspito - Tokoh Sumpah Pemuda
Sugondo Djojopuspito adalah tokoh pemuda tahun 1928 yang memimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan motto: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia.
Latar Belakang dan Pendidikan
Sugondo Djojopuspito lahir di Tuban, 22 Februari 1905 bapaknya bernama Kromosardjono adalah seorang Penghulu dan Mantri Juru Tulis Desa di kota Tuban, Jawa Timur. Ketika Soegondo masih kecil, ibunda Soegondo sakit-sakitan dan meninggal dunia, kemudian Bapak Kromosardjono kawin lagi dan pindah ke Brebes Jawa Tengah menjabat sebagai lurah di sana.
Selanjutnya Soegondo dan adiknya (Soenarjati) diangkat anak oleh pamannya yang bernama Bapak Hadisewojo (seorang collecteur wilayah Blora, dan tidak punya anak, dan juga mengangkat Sudarjati dari anak saudara sepupu Keluarga Ny. Brotoamidjojo, serta Sumijati dari anak saudara sepupu Keluarga S. Soekadji, sehingga Bapak Hadisewojo mempunyai 4 anak angkat yang saling ikatan saudara sepupu).
Soegondo ddisekolahkan pamannya dari HIS di Tuban hingga RH di Batavia, termasuk adik-adiknya. Peranan Bapak Hadisewojo sangat besar dalam membimbing Soegondo sejak dari HIS di Tuban, menitipkan mondok di Cokroaminoto Surabaya, menitipkan mondok di Ki Hadjar Dewantara Yogyakarta, dan hingga mengarahkan masuk ke RH Batavia.
Soegondo mengenyam pendidikan HIS (Sekolah Dasar 7 tahun) tahun 1911-1918 di kota Tuban. Tahun 1919 setelah lulus HIS pindah ke Surabaya untuk meneruskan ke MULO (Sekolah Lanjutan Pertama 3 tahun) tahun 1919 - 1922 di Surabaya, oleh pamanya ia dititipkan mondok di rumah HOS Cokroaminoto bersama Soekarno. Kemudian setelah lulus MULO, tahun 1922 melanjutkan sekolah ke AMS afdeling B (Sekolah Menengah Atas bagian B - paspal - 3 tahun) di Yogyakarta tahun 1922-1925, dan oleh pamannya melalui HOS Cokroaminoto dititipkan mondok di rumah Ki Hadjardewantoro di Lempoejangan Stationweg 28 Jogjakarta (dulu Jl. Tanjung, sekarang Jl. Gajah Mada), yaitu sebelah barat Puro Paku Alam.
Setelah lulus AMS tahun 1925 melanjutkan kuliah atas biaya pamannya dan bea siswa di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - didirikan tahun 1924 - cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekarang). Ia mondok di rumah pegawai pos bersama beberapa pegawai pos Pasar Baru lainnya di Gang Rijksman (belakang Rijswijk - sekarang Jl Juanda belakang Hotel Amaris Stasiun Juanda), sehingga ia bisa membaca majalah Indonesia Merdeka asuhan Mohammad Hatta terbitan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang dilarang masuk ke Indonesia. Selama mahasiswa hidup sulit hanya punya satu baju, yang harus dicuci dulu kalau mau kuliah.
Kuliah di RHS hanya mencapai lulus tingkat Candidat Satu (C1), setelah Propadeus, karena bea siswanya dicabut akibat kegiatan politiknya dan juga pamannya meninggal dunia (sekarang setingkat dengan ijazah D2, karena sistem pendidikan sekolah tinggi pada waktu itu adalah terdiri atas 4 jenjang, yaitu: Propadeus, Candidat 1 dan Candidat 2, serta Doktoral).

Perjuangan
Sumpah Pemuda "28 Oktober 1928"
Pada waktu semua orang ikut dalam organisasi pemuda, pemuda Sugondo masuk dalam PPI (Persatuan Pemuda Indonesia - dan tidak masuk dalam Jong Java). Pada tahun 1926 saat Konggres Pemuda I, Sugondo ikut serta dalam kegiatan tersebut. Tahun 1928, ketika akan ada Konggres Pemuda II 1928, maka Sugondo terpilih jadi Ketua atas persetujuan Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua PPI di Negeri Belanda dan Ir. Sukarno (yang pernah serumah di Surabaya) di Bandung. Mengapa Sugondo terpilih menjadi Ketua Konggres, karena ia adalah anggota PPI (Persatuan Pemuda Indonesia - wadah pemuda independen pada waktu itu dan bukan berdasarkan kesukuan.
Saat itu Mohammad Yamin adalah salah satu kandidat lain menjadi ketua, tetapi dia berasal dari Yong Sumatra (kesukuan), sehingga diangkat menjadi Sekretaris. Perlu diketahui bahwa Moh. Yamin adalah Sekretaris dan juga salah satu peserta yang mahir berbahasa Indonesia (sastrawan), sehingga hal-hal yang perlu diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang benar tidak menjadi hambatan (seperti diketahui bahwa notulen rapat ditulis dalam bahasa Belanda yang masih disimpan dalam museum).
Konggres Pemuda 1928 yang berlangsung tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta menghasilkan Sumpah Pemuda 1928 yang terkenal itu, di mana Para Pemuda setuju dengan Trilogi: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: INDONESIA. Seperti diketahui, bahwa Trilogi ini lahir pada detik terakhir kongres, di mana Yamin yang duduk di sebelah Soegondo menyodorkan secarik kertas kepada Soegondo seraya berbisik: Ik heb een elganter formuleren voor de resolutie (saya mempunyai rumusan resolusi yang lebih luwes). Dalam secarik kertas tersebut tertulis 3 kata/trilogi: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Selanjutnya Soegondo memberi paraf pada secarik kertas itu yang menyatakan setuju, dan diikuti oleh anggauta lainnya yang menyatakan setuju juga.
Selain trilogi itu, juga telah disepakati Lagu Kebangsaan: Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman. Dalam kesempatan ini, WR Supratman berbisik meminta izin kepada Sugondo agar boleh memperdengarkan Lagu Indonesia Raya ciptannya. Karena Konggres dijaga oleh Polisi Hindia Belanda, dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya Konggres dibubarkan atau para peserta ditangkap), maka Sugondo secara elegan dan diplomatis dengan bisik-bisik kepada WR Supratman dipersilahkan memperdengarkan lagu INDONESIA RAYA dengan biolanya, sehingga kata-kata Indonesia Raya dan Merdeka tidak jelas diperdengarkan (dengan biola). Hal ini tidak banyak yang tahu mengapa WR Supratman memainkan biola pada waktu itu.

Masa Kebangkitan Nasional 1928-1942
Pada masa Kebangkitan Nasional aktif sebagai guru dan masuk partai politik. Pada tanggal 11 Desember 1928 bersama Mr. Sunario Sastrowardoyo mendirikan Perguruan Rakyat yang beralamat di Gang Kenari No. 15 Salemba, dan diangkat sebagai Kepala Sekolah.

Namun pada tahun 1930 ia diminta oleh Ki Hadjar Dewantara untuk menjadi guru Perguruan Taman Siswa Bandung. Pada waktu di Bandung tahun 1930 ia mulai sebagai simpatisan PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) pimpinan Sukarno. Tahun 1932, ia diangkat menjadi Kepala Sekolah Perguruan Tamansiswa Bandung. Tahun 1933 menikah dengan penulis Suwarsih Djojopuspito di Cibadak dan isterinya ikut membantu mengajar di Perguruan Tamansiswa Bandung. Kakak iparnya adalah Mr. A.K.Pringgodigdo, suami dari kakak isterinya (Ny. Suwarni).
Pada tahun 1933 ketika Pemerintah Hindia Belanda di bawah Pemerintahan Gubernur General Mr. Bonifacius Cornelis de Jonge, maka para aktivis politik mulai ditangkap. Ir. Soekarno ditangkap dan diasingkan ke Flores kemudian dipindahkan ke Bengkulu. Pada saat itu PNI pimpinan Ir. Soekarno beralih pimpinan pecah menjadi dua, yaitu dilanjutkan sebagai Partindo (Partai Inonesia) pimpinan Mr. Sartono dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Sugondo memilih masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Syahrir. Kemudian pada tahun 1934 gilirannya Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir ditangkap dan diasingkan ke Boven Digoel kemudian dipindahkan ke Banda Neira.
Dan selanjutnya tahun 1934 itu juga, giliran Sugondo juga ditangkap, namun tidak terbukti bahwa ia anggauta partai, sehingga ia hanya mendapat larangan mengajar (Onderwijs Verbod) oleh Pemerintah Hindia Belanda. Setelah larangan mengajar dicabut tahun 1935 ia pindah ke Bogor dan mendirikan Sekolah Loka Siswa, namun sepi murid, sehingga ditutup.
Setelah gagal mendirikan Sekolah Loka Siswa di Bogor, Sugondo pada tahun 1936 pindah mencari pekerjaan ke Semarang, dan ia mengajar di sekolah Tamansiswa Semarang, sedangkan isterinya bekerja di sekolah pimpinan Drs. Sigit. Namun kemudian akhir tahun 1936 ia pindah ke Surabaya bekerja sebagai wartawan lepas De Indische Courant Soerabaia.
Setelah di Surabaya, tahun 1938 ia pindah lagi ke Bandung dan Sugondo diterima menjadi guru di Handels Cologium Ksatria Instituut (Sekolah Dagang Ksatria) pimpinan Dr. Douwes Dekker.
Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soegondo pindah ke Batavia ikut isterinya yang mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Soewarsih menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia - Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia - sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Selain itu ia juga dipercaya oleh kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah Menteng (Tjioedjoengweg, sekarang Jl. Teluk Betung belakang HI). Ia sempat bekerja di Centraal Kantoor voor de Statistiek Pasar Baru (CKS - Badan Pusat Statistik) sebelah GOSVO tempat isterinya bekerja, dan juga sebagai wartawan lepas De Bataviaasch Nieuwsblad.
Pada tahun 1941 oleh Mr. Soemanang dipercaya memimpin Kantor Berita Antara(sebagai Direktur, melalui dua orang utusan Djohan Sjahroezah dan Adam Malik yang datang meminta di rumahnya Tjioedjoengweg, sedangkan Adam Malik tetap menjadi Redaktur/merangkap Wakil Direktur) yang beralamat pada waktu itu di Buiten Tijgerstraat 30 Noord Batavia (Jl. Pinangsia 70 Jakarta Utara) sebelum pindah ke Jl. Pos Utara No. 53 - Pasar Baru.


Masa Penjajahan Dai Nippon 1943-1945
Pada masa penjajahan Jepang, bekerja sebagai pegawai Shihabu (Kepenjaraan), atas bantuan Mr. Notosoesanto sebagai kawan yang pernah bersama kuliah di RH Batavia dan berkantor di Jl. Cilacap Jakarta Pusat, serta pindah rumah di Jl. Serang No. 13, Jakarta Pusat, rumah bekas orang Belanda yang pulang ke Eropa akibat penjajahan Jepang (di muka rumah Mr. Johannes Latuharhary sebelah dokter Soeradi).

Masa Revolusi Fisik 1945-1950
Pada masa revolusi aktif dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) (beranggotakan 28 orang saja). Pada masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan Acting Presiden Mr. Assaat, Sugondo diangkat dalam Kabinet Halim sebagai Menteri Pembangunan Masyarakat, dan jabatan di BP-KNIP digantikan oleh Djohan Sjahroezah yang ia kenal baik.

Setelah RIS tahun 1950
Setelah tahun 1950, meskipun usianya masih 46 tahun, memilih pensiun sebagai bekas menteri dan perintis kemerdekaan, membaca buku dan sering bertemu dengan rekan seperjuangan dalam dan luar negeri. Pernah Presiden Sukarno (sebagai kawan yang pernah sepondokan) tahun 1952 meminta ia datang ke Jakarta, yang disampaikan kepada isterinya waktu datang di istana mengantarkan kakaknya (Ny. Soewarni isteri Mr. A.K. Pringgodigdo, sekretaris kabinet), ia berujar: Waar is Mas Gondo, laat hem maar bij mij even komen, ik zal een positie voor hem geven (Dimana Mas Gondo, suruh dia menemui saya, akan saya beri jabatan untuk dia), tetapi ia menolak jabatan ini, tidak ada kejelasan mengapa ia menolak. Kawan dekatnya sebelum tahun 1955 adalah Sultan Hamengkubuwono IX yang sering datang ke rumah naik mobil kecil warna abu-abu merk Vauxall AB-1881 dan Sutan Syahrir yang datang menjenguknya naik pesawat kecil ke Maguwo mengemudi sendiri bersama pelatihnya, serta setelah tahun 1965 adalah Romo Mangun (Y. B. Mangunwijaya) yang sering bertandang (karena bertetangga dekat dengan Seminari Yogyakarta di Kota Baru di mana ia menghabiskan waktu sehari-harinya di rumahnya yang di Kota Baru juga).
Pada tahun 1978 wafat kemudian dimakamkan di Pemakamam Keluarga Besar Tamansiswa Taman Wijayabrata di Celeban, Umbulharjo - Yogyakarta.

Penghargaan Pemerintah
Tanda Kehormatan Republik Indonesia
Atas jasa pada masa pemuda dalam memimpin Sumpah Pemuda, maka oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978 diberikan Tanda Kehormatan Republik Indonesia: berupa Bintang Jasa Utama. Selain itu, ia juga mendapat Satya Lencana Perintis Kemerdekaan pada tahun 199

Wisma Soegondo Djojopoespito Cibubur
Pihak Kemenpora telah mengabadikan nama ia pada Gedung Pertemuan Pemuda sebagai Wisma Soegondo Djojopoespito Cibubur milik PP-PON (Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional) yang dibangun oleh Kemenpora dan diresmikan oleh Menpora pada tanggal 18 Juli 2012. Gedung ini disediakan kepada umum untuk dapat dimanfaatkan, terutama untuk kegiatan kepemudaan - pramuka - olahraga untuk tingkat lokal maupun nasional. Pada waktu peresmian sedang dimanfaatkan untuk penggemblengan pelaku Paskibraka 2012.

Belum Diakui Sebagai Pahlawan Nasional
Sudah banyak pelaku sejarah setelah 1928 yang mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, namun ia hingga kini belum mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, mengingat setiap tahun peristiwa Sumpah Pemuda 1928 selalu diperingati secara resmi. Namun pihak Kemenpora sejak bulan Juli 2012 sedang mengusungnya menjadi Pahlawan Nasional.

Teman Baik Mr. Soenario
Dia adalah teman baik dari Sunario Sastrowardoyo dan mendirikan bulan Desember 1928 sebuah Perguruan Rakyat di Jakarta. Karena kedekatan dengan Mr. Soenario, maka anak Sugondo kemudian diberi nama Sunaryo.

Keluarga
Suwarsih Djojopuspito, (Lahir Cibatok 1912 - Wafat Yogyakarta 1977), isteri, seorang guru lulusan Europeesche Kweek School Surabaya, adalah seorang wanita Sunda yang menulis novel dalam 3 bahasa (Sunda, Belanda, Indonesia), mendapat Bintang Kehormatan Budaya Parama Dharma pada tgl. 14 Agustus 2013 oleh SBY
Sunartini Djanan Chudori, SH (almarhum, Lair Bandung 1935 - Wafat Yogyakarta 1996), anak pertama, Sarjana Hukum lulusan UGM, aktivis LBH Yogyakarta
Sunarindrati Tjahyono, SH, (Lahir Yogyakarta 22 Februari 1937, tanggal kelahiran sama dengan bapaknya), anak kedua, Sarjana Hukum lulusan UGM, pensiunan Bank Indonesia, sekarang bekerja sebagai Direktur Bank Mizuho Jakarta
Ir. Sunaryo Joyopuspito, M.Eng., (Lahir Bandung 1939), anak ketiga, Sarjana Teknik ITB, Sertifikat Urban Transport JICA Tokyo, dan Magister Engineering AIT Bangkok, pensiunan Departemen Perhubungan, sekarang guru musik di Jakarta (piano dan biola)


2. Djoko Marsaid - Tokoh Sumpah Pemuda
Peserta Kongres Pemuda dua
Peserta Kongres Pemuda dua
Djoko Marsaid. Merupakan wakil ketua pada saat Kongres Pemuda berlangsung. Djoko mewakili organisasinya, Jong Java. Tidak banyak informasi mengenai Djoko Marsaid ini. Meskipun begitu, namanya tetap tercantum sebagai tokoh penting dalam perumusan Sumpah Pemuda.
R.M. Djoko Marsaid merupakan wakil ketua panitia kongres, sekaligus ketua organisasi Jong Java.

3. Mohammad Yamin: Seorang Sejarahwan, Sastrawan, Ahli Hukum Dan Politikus
Biografi Mohammad Yamin Tokoh Pahlawan Nasional, Sejarahwan, Sastrawan, Ahli Hukum Dan Politikus
Nama : Prof. Mohammad Yamin, S.H.
Tanggal Lahir : 24 Agustus 1903
Tempat Lahir : Sawahlunto, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Zodiac : Virgo
Meninggal : Jakarta, 17 Oktober 1962 (umur 59)
Makam : Talawi, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.
Agama : Islam
Ayah : Tuanku Oesman Gelar Baginda Khatib
Ibu: Siti Saadah

Profil Mohammad Yamin   
Mohammad Yamin merupakan pahlawan yang memperjuangakan persatuan dan kesatuan pemuda melalui Sumpah Pemuda tahun 28 Oktober 1928. Beliau adalah seorang sastrawan, politikus dan ahli hukum yang disegani sebagai Pahlawan nasional Indonesia. Beliau Lahir di Sawah Lunto Sumatera Barat pada tanggal 24 Agustus 1903. Biografi Mohammad Yamin dimulai dari Riwayat pendidikan Mohammad Yamin di awali dengan pendidikan dasar d Palembang, kemudian ia melanjutkan sekolahnya di Yogyakarta yaitu Sekolah AMS. Disana ia juga mempelajari sejarah purbakala dan beberapa bahasa di dunia seperti latin, kael dan Yunani. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan hukum di Batavia. Ia memperoleh gelar Messter in de Rechten/Sarjana Hukum dari Rechtshoogeschool te Batavia.
Kisah hidup Mohammad Yamin pada masa penjajahan pemerintahan Belanda, di isi dengan bergabung dengan beberapa organisasi kepemudaan. Salah satu organisasi yang ia ikuti saat beliau masih kuliah adalah Jong Sumateranen Bond. Bersama organisasinya ini Beliau terlibat dalam panitia Sumpah pemuda.  Setelah mendapatkan gelar S 1 nya ia juga bergabung menjadi anggota PARTINDO yang tidak bertahan lama.  Biografi Mohammad Yamin dilanjutkan keikutsertaan Mohammad Yamin mengikuti organisasi Gerinda bersama kapau Gani, Amir Syarifuddin dan Adenan. Pada saat pemerintahan penjajah jepan Mohammad Yamin masih tetap bergerak untuk mencapai kemerdekaan melalui Pusat Tenaga Rakyat bentukan Jepang. Selain itu ia juga terpilih sebagai anggota dalam badan bentukan pemerintahan jepang yaitu badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaan dan kekuasaan negara dipimpin oleh Soekarno Hatta, beliau diangkat sebagai pemangku jabatan penting dalam sebuah negara. Biografi Mohammad yamin mencatat beliau pernah menjabat sebagai anggota DPR dari tahun 1950. Cerita hidup Mohammad Yamin dilanjutkan dengan menjadi menteri kehakiman pada tahun 1952 hingga 1952. Dilanjutkan dari tahun 1953 hingga 1955 Beliau menjadi menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Beliau juga sempat menjabat ketua Dewan perancang Nasional pada tahun 1962. Beliau juga menjadi pengawas IKBN Antara (1961-1962) dan menjadi menteri penerangan (1962-1963).

Terlepas dari biografi Mohammad Yamin yang mencatat keberhasilan karier nya di bidang politik, beliau juga merupakan seorang sejarahwan dan sastrawan. Beliau juga dikenal sebagai perintis puisi Modern di Indonesia. Beliau sering menulis dan menerbitkan tulisan-tulisannya dalam journal berbahasa belanda maupun berbahasa melayu. Karyanya yang telah diterbitkan adalah puisi Tanah Air dan Tumpah Darahku. Karyanya tersebut sebagian besar berbentuk sonata. Tidak hanya terbatas pada puisi, beliau juga menerbitkan esai, drama dan terjemahan karya Shakespeare dan Rabindranath Tagore.
Pahlawan Nasional Indonesia ini mengakhiri Biografi Mohammad Yamin dengan tutup usia di Jakarta pada tanggal 17 oktober 1962 di usia nya 59 tahun. Berdasarkan perjuangan hidup Mohammad Yamin kepada Indonesia, beliau mendapat penghargaan Bintang Mahaputra RI dari Presiden, Penghargaan Corps Polisi Militer atas jasanya telah menciptakan lambang gajah mada dan Panca Darma corps, dan penghargaan panglima Kostrad.
Pendidikan Mohammad Yamin   
·         Hollands Indlandsche School (HIS)
·         Sekolah guru
·         Sekolah Menengah Pertanian Bogor
·         Sekolah Dokter Hewan Bogor
·         AMS
·         Sekolah kehakiman (Reeht Hogeschool) Jakarta

Karir Mohammad Yamin   
·         Ketua Jong Sumatera Bond (1926-1928)
·         Anggota Partai Indonesia (1931)
·         Pendiri partai Gerakan Rakyat Indonesia
·         Anggota BPUPKI
·         Anggota panitia Sembilan
·         anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
·         Menteri Pendidikan
·         Menteri Kebudayaan
·         Menteri Penerangan
·         Ketua Dewan Perancang Nasional (1962)
·         Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962)
   Penghargaan Mohammad Yamin   
·         Gelar pahlawanan nasional pada tahun 1973 sesuai dengan SK Presiden RI No. 088/TK/1973
·         Bintang Mahaputra RI
·         Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps
·         Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Petaka Komando Strategi Angkatan Darat
4. Amir Syarifuddin
Amir Syarifuddin dalam bingkai sejarah

Amir Sjarifuddin lahir di Medan, Sumatera Utara pada 27 April 1907 adalah seorang tokoh Indonesia, mantan menteri, dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia. Amir memulai jenjang pendidikannya di ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Kemudian atas tawaran saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad, Amir meneruskan sekolahnya di Leiden.

Pada periode 1926-1927, Amir aktif sebagai anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem dan selama itu pula Amir sering terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok Kristen. Salah satunya di kelompok CSV-op Java yang menjadi cikal bakal dari GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Namun Amir tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di Leiden, karena pada September 1927 setelah lulus ujian tingkat kedua, Amir harus kembali ke Medan karena masalah keluarga, walaupun teman-teman dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Setelah itu Amir meneruskan kembali pendidikannya di Sekolah Hukum di Batavia dan tinggal di asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, bersama dengan senior satu sekolahnya Mr. Muhammad Yamin.
Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha menyetujui dan menjalankan garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Amir diminta oleh anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal, menggalang semua kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia Belanda dalam menghadapi serbuan Jepang. Rencana tersebut tidak banyak mendapat sambutan, ini disebabkan karena rekan-rekan Amir sesama aktivis masih belum pulih kepercayaannya terhadap Amir akibat polemik yang terjadi di awal tahun 1940-an dan mereka tidak paham akan strategi Amir melawan Jepang.
Pada bulan Januari 1943 Amir tertangkap oleh fasis Jepang. Kejadian ini diartikan sebagai terbongkarnya jaringan organisasi anti fasisme Jepang yang sedikit banyak mempunyai hubungan dengan Amir. Melalui beberapa sidang pengadilan tahun 1944, hukuman terberat dijatuhkan pada para pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.
Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintah menuduh PKI berupaya untuk membentuk negara komunis di Madiun dan menyatakan perang terhadap PKI. Amir sebagai salah seorang tokoh PKI yang pada saat terjadi peristiwa Madiun sedang berada di Yogyakarta dalam rangka kongres Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) juga ditangkap beserta beberapa orang temannya.
Tanggal 19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di dekat desa Ngalihan, Amir Sjarifuddin tewas ditembak dengan pistol oleh seorang letnan Polisi Militer. Sebelumnya beberapa orang penduduk desa setempat telah diperintahkan untuk menggali sebuah lubang besar. Dari sebelas orang yang diangkut dengan truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang dieksekusi malam itu.
Riwayat karir Amir Sjarifuddin:
  Menteri Penerangan Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945 - 14 November 1945)
  Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946)
  Menteri Penerangan (ad interim) Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 3 Januari 1946)
  Menteri Pertahanan Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946)
  Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
  Perdana Menteri Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 29 Januari 1948)


5. R. katja soengkana adalah
Sebagai pembantu II dalam panitia kongres pemoeda.

6. Djohan mohammad tjai
Seorang Pembantu 1 dalam kongres pemuda. Beliau adalah dari Jong Islamieten Bond.
"DR Rumondor Cornelis Lefrand Senduk adalah sosok pejuang pengabdi kesehatan, yang hingga kini belum banyak diketahui kiprahnya oleh masyarakat Indonesia sebagai salah seorang pejuang revolusi. Meski bukan dengan senjata, namun DR. Senduk telah menyelamatkan banyak jiwa",


7. Senduk
"Dalam masa perjuangan, para pejuang tidak hanya bertaruh fisik saja, tetapi juga kesejahteraan, kesehatan, dan kemanusiaan atau palang merah. Hal ini sudah dirintis oleh Dokter Senduk sejak awal saat masa perjuangan".

Tentu, kurang dikenalnya kiprah Dokter RCL Senduk dan terbatasnya informasi mengenai sang tokoh (pada saat ini), juga disadari oleh ahli waris almarhum dengan alasan tersediri.

Paul GRW Senduk, salah seorang putra Dokter Senduk, sebagaimana dikutip laman kemendikbud, pun menuturkan bahwa nama Dokter Senduk tidak banyak diketahui (mungkin) karena beliau tidak meneruskan perjuangannya di politik praktis.

"Beliau hanya fokus pada kemanusiaan dan profesinya sebagai dokter bedah. Beliau memang sering bersinggungan dengan keadaan politik, bahkan sempat diajak bergabung oleh salah satu petinggi yang memiliki posisi strategis, namun ia menolak dan hanya ingin fokus pada profesinya", ujar Oom Paul.

Sedikitnya referensi mengenai sang tokoh kita ini, semoga akan memacu semangat para peminat sejarah atau sejarawan-sejarawati untuk mencari jejak-jejak sejarah para tokoh-tokoh pejuang seperti Doktor RCL Senduk yang hampir dilupakan, dan kemudian menuliskannya menjadi catatan sejarah tokoh, agar paling tidak para generasi muda kedepan mengenal dan mengetahuinya lebih dalam, serta tak hilang dari ingatan sejarah.
Ingatan untuk Sang Tokoh

Saat masih duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama lalu di sekolah menengah umum, saya pernah membaca di perpustakaan yang menyimpan buku mengenai Palang Merah Indonesia.

Di buku itu, terdapat nama Dokter RCL Senduk yang disebut bersama Dokter Bahder Djohan di tahun 1932 membuat rancangan pembentukan PMI, dan di tahun 1939 dan 1940 ketika berlangsung konferensi NERKAI (Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indi) keduanya "lantang" mengusulkan untuk segera membentuk Palang Merah Indonesia, meskipun tentu keduanya menyadari bahwa gagasan mulia mereka tetap akan ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda.

Ya, pengabdi kesehatan dan pahlawan kemanusiaan yang barangkali untuk kalangan generasi muda saat ini (hanya) namanya saja dikenal, karena ternyata sosok dan peranannya untuk perjuangan bangsanya (Indonesia) justru kurang dikenal. Bahwa jika ada pertanyaan : "Selain sebagai pelopor berdirinya Palang Merah di Indonesia dan terlibat aktif dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 yang mencetuskan "Sumpah Pemuda" lalu apa lagi peranannya? Kebanyakan tak ada yang bisa menjelaskannya.

Nah, pertanyaan seperti inilah yang harus terus menerus digali jawabannya oleh kita semua, agar sosok dan keteladan beliau dalam catatan-catatan sejarah yang tak hanya namanya, akan terus menginspirasi generasi muda masa depan Indonesia.

Catatan Oom Paul menyebut bahwa sang dokter nasionalis ini ternyata kelahiran desa Tataaran, sebuah desa yang dinamis berhawa sejuk di tepi danau Tondano yang indah, yang saat ini menjadi pusat pengemblengan para calon guru untuk kawasan timur Indonesia (kampus Universitas Negeri Manado di Tondano, provinsi Sulawesi Utara).

Lahir pada tahun 1904 sebagai anak dari seorang guru di Minahasa, diberi nama baptis "Rumondor Cornelis Lefrand Senduk" namun akrab dipanggil "Ondo" oleh keluarganya.

Sebagai anak dari seorang guru, tentu membuat "Ondo" mendapatkan pendidikan yang bagus (di jamannya) dan didikan yang baik dari keluarganya. Karena itulah--juga dengan semangat serta ketekunan belajarnya, dia dipilih oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk melanjutkan studi ke sekolah pendidikan dokter Hindia-STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di Batavia (kini Jakarta).

Namun, sembari menempuh pendidikannya di STOVIA, dia juga memperluas persahabatan dengan para pemuda-pelajar dari berbagai daerah di Batavia, bergaul, bergiat dan lalu berperan penting dalam pergerakan nasional yang banyak digeluti mahasiswa-mahasiswi STOVIA pada waktu itu. Bahkan menjadi pelaku utama dari kongres pemuda kedua yang menghasilkan "Sumpah Pemuda" pada 27 - 28 Oktober 1928, peristiwa sejarah yang menjadi tonggak utama pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Bersama para pemuda-pelajar nasionalis, ia (mewakili Jong Celebes) berikrar dan menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia Merdeka dengan mengaku : "Satu Tumpah Darah-Tanah Indonesia, Berbangsa Satu-Bangsa Indonesia, dan Menjunjung Bahasa Persatuan-Bahasa Indonesia".

Karena keikutsertaannya dalam aktivitas-aktivitas politik untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia, maka setelah lulus STOVIA, dia tidak diperkenankan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja di rumah-rumah sakit, yang tentu saja (pada saat itu) semuanya milik (atau dikuasasi oleh) pemerintah. Ia kemudian berpraktek sebagai dokter gigi di Sukabumi (praktek yang sudah dilakukannya selagi masih belajar di STOVIA) dimana ia menetap dengan keluarganya, dan lalu di tahun 1937 pindah lagi ke Batavia, setelah diperbolehkan bekerja sebagai ahli bedah di rumah sakit CBZ (sekarang rumah sakit Cipto Mangunkusumo).

Saat pecah perang dunia kedua, ia mengirim keluarganya untuk kembali ke Minahasa, tanah kelahirannya, namun ia sendiri tidak menyertai keluarganya, dan baru tiba tahun 1942 di Minahasa bersama-sama dengan tentara pendudukan Jepang, menjadi dokter tentara.

Sebagai dokter tentara Jepang (dokter Palang Merah), ia dipercayakan mengepalai rumah sakit Marienheuvel (sekarang rumah sakit Gunung Maria) di Tomohon, Sulut, lalu di tahun 1944 dipindahkan ke Tondano untuk mengepalai rumah sakit Tondano (sekarang RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano), serta bertanggungjawab atas kesehatan para interniran militer dan sipil asal Belanda di kamp-kamp tawanan di sekitar Manado.

Setelah kekalahan Jepang dalam perang dunia kedua dan seiring pendudukan pasukan Sekutu diboncengi tentara NICA-Belanda (Netherlands-Indies Civil Administration, organisasi semi militer Belanda yang dibentuk pada 3 April 1944 dan bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah kolonial Hindia Belanda) di Indonesia, ia yang dulu dikenal sebagai aktivis pergerakan nasional kemudian ditangkap Belanda dan di bawa ke Papua atas dakwaan (juga) terlibat peristiwa heroik Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado (Minahasa).

Ia lalu diserahkan oleh militer Belanda ke pengadilan penjahat-penjahat perang Jepang di Brisbane (Australia) untuk diadili, namun dibebaskan atas kesaksian yang meringankan dari bekas tawanan yang diinternir Jepang di Manado dan Tomohon yang menyebut bahwa ia bertanggungjawab atas kesehatan bekas tawanan itu. Hal ini serupa pendapat Harry Kawilarang (wartawan perang senior yang pernah bekerja di Harian Suara Pembaruan) pada seminar bertajuk "Sosok dan Perjuangan Tokoh Sumpah Pemuda: DR. Rumondor Cornelis Lefrand Senduk. Pejuang dan Pengabdi Kesehatan" yang digelar oleh Museum Sumpah Pemuda pada Selasa (22/9/2015) silam.

Menurut Harry Kawilarang, sebagai dikutip oleh laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (www.kebudayaan.kemdikbud.go.id), Dokter Senduk (Harry Kawilarang menyebutnya sebagai Dokter Rumondor) adalah seorang "Soldier of Fortune", yakni pada suatu peristiwa penangkapan penjahat perang, beliau sempat tertangkap dengan tuduhan sebagai pembunuh, namun beliau diselamatkan dengan kesaksian banyak serdadu Belanda yang bersaksi bahwa Dokter Rumondor bukanlah seorang pembunuh, tapi penyembuh dan penyelamat banyak orang (tentu termasuk tahanan-tahanan Jepang pada saat itu), Dokter Rumondor pun akhirnya dibebaskan.

Setelah kembali ke Indonesia, di tahun 1948 Dokter Senduk bersama Doktor G S S J Sam Ratulangi (Gubernur Sulawesi) di tangkap di Makassar oleh pemerintah pendudukan NICA-Belanda, yang mengakibatkan Doktor Sam Ratulangi kemudian di 'buang' ke Serui (Papua).

Barangkali agar tak lagi mempengaruhi tokoh-tokoh pergerakan di Minahasa, Dokter Senduk pun tidak diperbolehkan oleh NICA-Belanda untuk menetap di Minahasa. Ia dan keluarganya pun sempat pindah ke Kalimantan Timur (Tanjung Selor kemudian Balikpapan), dimana ia tetap melakukan profesinya sebagai dokter bedah.

Tahun 1950 bertemu keluarganya saat ia tiba di Makassar bersama-sama dengan pasukan TNI, sebagai dokter tentara dengan pangkat Letnan Kolonel (tituler). Ia ikut bertugas sebagai dokter tentara ketika TNI menumpas gerakan RMS di Maluku, kemudian ia menetap lagi di Jakarta dan berdinas di rumah sakit tentara (sekarang rumah sakit Gatot Subroto) sebagai perwira di dinas kesehatan TNI angkatan darat.

Dari Jakarta, ia pindah ke Palembang sampai pensiun di tahun 1958 dan terus mengemban tugasnya sebagai dokter ahli bedah. Dokter Senduk wafat di Malaysia pada bulan Desember 1961 dan dimakamkan di Telok Anson (Malaysia).

8. Dr. Johannes Leimena
Johannes Leimena atau akrab dipanggil Om Jo adalah satu-satunya orang yang mampu menjadi menteri selama 21 tahun berturut-turut dalam 18 kabinet yang berbeda. Jabatan menteri yang beragam beliau emban mulai dari Menteri Kesehatan yang pertama, Wakil Perdana Menteri, dan Wakil Menteri Pertama pada Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora 11(1966). Om Jo juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituier) di TNI-AL.

Johannes Leimena merupakan anak kedua dari empat anak pasangan Dominggus Leimena dan Elizabeth Sulilatu. Pada usia lima tahun, Johannes Leimena telah menjadi yatim. Beliau kemudian diasuh oleh pamannya. Masa kecil beliau dihabiskan di Ambon dengan bersekolah Ambonsche Burgerschool hingga tahun 1914, sebelum kemudian melanjutkan pendidikan di Jakarta mengikuti kepindahan pamannya. Di Jakarta, beliau bersekolah di Europeesch Lagere School (ELS) selama beberapa bulan, kemudian pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang), lalu melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Gelar dokter beliau raih dari STOVIA. Beliau mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930 dan bertugas pertama kali di CBZ Batavia yang kini menjadi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Setelah bekerja sebagai dokter, ia melanjutkan studi dan mendalami ilmu penyakit dalam. Tanggal 17 November 1939, Dr. Leimena mempertahankan disertasi doktornya dan meraih gelar doktor di Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah Tinggi Kedokteran), Batavia.

Johannes Leimena muda aktif di Jong Ambon dan ikut serta mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Sejak itu, kiprah Leimena semakin kuat dalam dunia pergerakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia Merdeka, Leimena ikut membidani pendirian Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Ketika Orde Baru berkuasa, Dr. Leimena mengundurkan diri sebagai menteri, tetapi ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Setelah itu, Johannes Leimena kembali aktif mengisi masa tua di organisasi-organisasi sosial hingga saat mengembuskan napas terakhir.


Tempat/Tgl. Lahir :  Ambon, 6 Maret 1905
Tempat/Tgl. Wafat :  Jakarta, 29 Maret 1977
SK Presiden : Keppres No. 52/TK/2010, Tgl. 11 November 2010
Gelar : Pahlawan Nasional

Berbagai narasumber menyebut karakter Johannes Leimena yang menonjol adalah sederhana, jujur, dan tenang.

9. Rochjani Soe'oed
Lahir : Jakarta, 1 November 1906
Pendidikan : Rechtschool Jakarta1927
AKTIVITAS : Anggota Jong Java, JIB, Pemuda Kaum Betawi, Panitia Kogres Pemuda II 1928

Pemoeda Kaoem Betawi atau dalam ejaan barunya Pemuda Kaum Betawi adalah wadah organisasi kepemudaan khususnya untuk para pemuda Betawi yang didirikan pada awal tahun 1927 yang diketuai oleh Mohamad Tabrani.[1]

Sejarah
Hingga akhir tahun 1926 belum ada wadah khusus organisasi kepemudaan Betawi. Sehingga para pemudanya banyak yang menjadi anggota dari Jong Java dan Sekar Roekoen karena merasa serumpun. Namun, lama kelamaan mereka merasa perlu untuk memiliki wadah tersendiri, sehingga dibentuklah organisasi kepemudaan ini.[2] Kendati organisasi menyandang nama yang menyangkut Betawi, namun banyak anggota dan pengurusnya yang bukan orang Betawi asli. Di antara sedikit orang Betawi asli itu adalah Mohammad Rochjani Soe'oed, ketua organisasi kepemudaan ini pada tahun 1928 yang menjadi utusan dalam Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Dan organisasi ini memberikan kesempatan kepada semua pemuda Indonesia untuk bergabung di dalamnya.

Comments

Popular posts from this blog

SKENARIO PENERIMAAN TAMU DENGAN PERJANJIAN

Naskah Drama Siti Nurbaya dalam Bahasa Minang

CONTOH DIALOG RAPAT 6 ORANG TENTANG PRODUK BARU