Cuti Tahunan
CUTI TAHUNAN
Pasal 79 Ayat 2 (c) menyatakan
bahwa cuti tahunan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah bekerja selama 12
(dua belas) bulan secara terus menerus. Lama cuti tahunan ini minimal 12 (dua
belas) hari kerja. Namun begitu, perusahaan dapat menetapkan cuti di atas angka
ini jika memang ada penyesuaian atas jabatan atau beban kerja. Beberapa
perusahaan di Indonesia juga diketahui memberikan cuti meskipun karyawan
tersebut belum bekerja selama satu tahun. Dalam masa cuti tahunan tersebut, karyawan
berhak mendapatkan upah penuh, sebagaimana disebutkan pada Pasal 84.
PP ini menyebutkan, PNS dan calon
PNS yang telah bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak
atas cuti tahunan. Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud adalah 12
(dua belas) hari kerja.
Untuk menggunakan hak atas cuti
tahunan sebagaimana dimaksud, PNS atau calon PNS yang bersangkutan mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan. “Hak atas cuti tahunan
sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan,” bunyi Pasal
312 ayat (4) PP ini.
Dalam hal hak atas cuti tahunan
yang akan digunakan di tempat yang sulit perhubungannya, menurut PP ini, jangka
waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua belas)
hari kalender.
Hak atas cuti tahunan yang tidak
digunakan dalam tahun yang bersangkutan, menurut PP ini, dapat digunakan dalam
tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti
tahunan dalam tahun berjalan.
“Hak atas cuti tahunan yang tidak
digunakan 2 (dua) tahun atau lebih berturut-turut, dapat digunakan dalam tahun
berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak atas
cuti tahunan dalam tahun berjalan,” bunyi Pasal 313 ayat (2) PP ini.
PNS yang menduduki Jabatan guru
pada sekolah dan Jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan
menurut peraturan perundang-undangan, menurut PP ini, disamakan dengan PNS yang
telah menggunakan hak cuti tahunan.
PEJABAT YANG BERWENANG MEMBERIKAN
CUTI
1.Pimpinan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara.
2.Menteri, jaksa Agung, Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara dan Pejabat lain yang ditentukan Presiden bagi PNS
dalam lingkungan kekuasaannya.
3.Kepala Perwakilan RI di Luar
Negeri.
Pejabat sebagaimana tersebut
diatas dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Pejabat lain dalam
lingkungannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain.
Cuti Tahunan dapat diambil secara
terpecah-pecah, dengan ketentuan setiap bagian tidak boleh kurang dari 3 (tiga)
hari kerja. Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan dapat
diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja
termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Cuti tahunan yang tidak diambil
dalam kurun waktu 2 (dua) tahun berturut-turut atau lebih, dapat diambil dalam
tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja, termasuk
cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Apabila cuti tahunan dijalankan
ditempat yang sulit perhubungannya, maka waktu cuti tahunan dapat ditambah
untuk paling lama 14 (empat belas) hari. Ketentuan ini tidak berlaku bagi cuti
tahunan yang diambil kurang dari 12 (dua belas) hari kerja.
Untuk kepentingan dinas cuti
tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti tahunan. Penangguhan ini tidak boleh lebih lama dari satu
tahun. Apabila terjadi penangguhan maka cuti tahunan yang ditangguhkan itu
dapat diambil oleh PNS yang bersangkutan dalam tahun berikutnya selama 24 (dua
puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan.
Pegawai negeri sipil yang telah
berhak atas cuti tahunan yang bermaksud akan mengambil cuti tahunan tersebut,
harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti melalui saluran hierarki. Cuti tahunan diberikan oleh pejabat
yang berwenang memberikan cuti secara tertulis.
Penghasilan PNS selama
menjalankan Cuti
Selama menjalankan cuti diluar
tanggungan negara PNS yang bersangkutan tidak menerima penghasilan apapun dari
negara. Selama menjalankan cuti besar, PNS yang bersangkutan tetap menerima
gaji dan tunjangan keluarga, kecuali tunjangan jabatan (bila ada).
UANG TUNGGU
Uang Tunggu adalah penghasilan
yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang diberhentikan dengan hormat
dari jabatan negeri. Uang tunggu diberikan karena sebab-sebab antara lain:
·
Sebagai tenaga kelebihan yang diakibatkan oleh
penyederhanaan satuan organisasi dan tidak dapat disalurkan pada instansi lain
serta belum memenuhi syarat-syarat pensiun.
·
Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya
bagi dirinya sendiri dan atau lingkungan kerjanya serta belum memenuhi
syarat-syarat pensiun;
·
Setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu
bekerja kembali dan belum memenuhi syarat-syarat pensiun;
·
Tidak dapat dipekerjakan kembali setelah selesai
menjalani cuti di luar tanggungan negara karena tidak ada lowongan dan belum
memenuhi syarat-syarat pensiun.
Dasar Hukum
·
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951
·
Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1979 (TMT 1 Oktober 1979)
Ketentuan
·
Uang tunggu dibayarkan sebesar:
-80% dari gaji pokok untuk tahun pertama.
-75% dari gaji pokok untuk tahun-tahun selanjutnya.
·
Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya
dari bulan pegawai negeri sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat
dari jabatan negeri.
·
Penerima uang tunggu masih tetap berstatus
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu, kepadanya diberikan kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan (beras), dan tunjangan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali tunjangan
jabatan.
·
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu
dapat diangkat kembali dalam jabatan negeri apabila masih ada lowongan.
·
Pegawai Negeri Sipil penerima uang tunggu yang
menolak untuk diangkat kembali dalam jabatan negeri, diberhentikan dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan yang bersangkutan menolak
untuk diangkat kembali.
·
Pegawai Negeri Sipil penerima uang tunggu yang
diangkat kembali dalam jabatan negeri, dicabut pemberian uang tunggunya
terhitung sejak menerima penghasilan penuh kembali sebagai Pegawai Negeri
Sipil. Pencabutan pemberian uang tunggu dicantumkan dalam salah satu diktum
surat keputusan pengangkatan kembali dalam jabatan negeri;
·
Uang tunggu yang diberikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1979
disesuaikan dengan ketentuan pasal 20Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
dengan keputusan pejabat yang berwenang.
TKPKN
unjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) adalah
penghasilan selain gaji yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Kementerian Keuangan dan PNS lain yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungan Kementerian Keuangan. TKPKN diberikan kepada pegawai yang aktif
berdasarkan kompetensi dan kinerja.[1] Karena itu, TKPKN juga tepat bila
dikatakan sebagai “tunjangan kinerja” bagi pegawai Kementerian Keuangan. TKPKN
adalah remunerasi yang diberikan kepada pegawai Kementerian Keuangan.
TKPKN pertama kali dibayarkan pada tahun 1971 berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1971. Pada saat itu, TKPKN ditulis dengan
ejaan “Tundjangan Chusus Pembinaan Keuangan Negara” atau disingkat “TCPKN”.
Orang biasa menyebutnya hanya dengan “Tundjangan Chusus” saja dengan singkatan
“TC” [baca: te-se]. Sebutan TC masih terucapkan hingga sekarang, bahkan oleh
pegawai angkatan terbaru sekalipun.
TKPKN juga diberikan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) di lingkungan Kementerian Keuangan, baik yang telah mendapatkan Surat
Keputusan Pengangkatan Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (SK CPNS) maupun yang
belum mendapatkan SK CPNS (pegawai harian). Contoh pegawai harian adalah
peserta ujian saringan masuk PNS Kementerian Keuangan yang dinyatakan lulus dan
lulusan STAN yang magang di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dasar Hukum
·
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1971 tanggal
30 Maret 1971 yang berlaku mulai 1 April 1971 tentang Tunjangan Khusus
Pembinaan Keuangan Negara kepada Pegawai Departemen Keuangan
·
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192/MK/11.4/1971
yang telah beberapa kali diubah
·
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1224/KM.1/2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran dan Pertanggungjawaban Pengelolaan
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan
Tujuan Pemberian TKPKN
Dengan diberikan TKPKN, diharapkan pegawai Kementerian
Keuangan dapat:
·
Meningkatkan dan mengamankan penerimaan dan
pengeluaran negara.
·
Tertib dan disiplin sehingga penyelewengan dalam
bidang penerimaan dan pengeluaran negara diharapkan dapat ditekan seminimal
mungkin.
·
Melaksanakan tugas jabatannya dengan keinsyafan
yang sedalam-dalamnya dengan penuh rasa tanggung jawab serta dapat memberikan
prestasi kerja semaksimal mungkin.
·
Diberi tindakan yang tegas dengan sanksi-sanksi
hukuman yang setimpal, bagi pegawai yang melakukan perbuatan-perbuatan yang
menyalahi tata tertib dan disiplin kerja.
Yang Berhak Mendapatkan TKPKN
·
Pegawai Harian yang akan diangkat menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan
·
Calon Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan
·
Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan
·
Pegawai Negeri Sipil yang
diperbantukan/dipekerjakan di Kementerian Keuangan
·
Anggota dan Purnawirawan TNI/Polri yang
dikaryakan di Kementerian Keuangan
·
Pegawai bulanan di samping pensiun yang bekerja di
Kementerian Keuangan
Pegawai yang Tidak Mendapatkan TKPKN
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
15/KMK.01/UP.6/1985 pasal 4, pegawai yang tidak berhak mendapatkan TKPKN
adalah:
·
Pegawai yang nyata-nyata tidak mempunyai
tugas/pekerjaan/jabatan tertentu pada Kementerian Keuangan.
·
Pegawai yang diberhentikan untuk sementara atau
dinonaktifkan.
·
Pegawai yang diberhentikan dari
pekerjaan/jabatan dengan uang tunggu.
·
Pegawai yang gaji aktifnya dihentikan karena
diperbantukan pada kementerian negara/lembaga lain.
·
Pegawai yang menjalani cuti di luar tanggungan
negara.
·
Pegawai yang menjalani cuti besar.
·
Pegawai yang menjalani cuti bersalin. Sejak
2010, pegawai yang cuti bersalin diberikan TKPKN sebesar 50%.
Kepada pegawai yang melaksanakan tugas belajar untuk jangka
waktu lebih dari enam bulan, terhitung mulai bulan pertama diberikan Tunjangan
Pokok unsur TKPKN sebesar 50% dari Tunjangan Pokok. Pegawai yang tugas belajar
juga tidak diberi Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT).
Unsur-unsur TKPKN
Tunjangan Pokok
Tunjangan Pokok diberikan kepada semua pegawai tanpa
kecuali.
Standar pemberian tunjangan pokok remunerasi/TKPKN terakhir
di Kemenkeu adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.01/2007.
Berdasarkan Kepmenkeu itu, remunerasi Kemenkeu diberikan dalam 27 grade/peringkat
sebagai berikut:
No
|
Grade
|
Remunerasi
|
Gol/Ruang
|
Eselon
|
1
|
27
|
46.950.000
|
||
2
|
26
|
41.550.000
|
||
3
|
25
|
36.770.000
|
IV/e
|
Eselon I
|
4
|
24
|
32.540.000
|
||
5
|
23
|
24.100.000
|
||
6
|
22
|
21.330.000
|
IV/d
|
Eselon II
|
7
|
21
|
18.880.000
|
||
8
|
20
|
16.700.000
|
||
9
|
19
|
12.370.000
|
IV/b
|
Eselon III
|
10
|
18
|
10.760.000
|
||
11
|
17
|
9.360.000
|
||
12
|
16
|
6.930.000
|
III/d
|
Eselon IV
|
13
|
15
|
6.030.000
|
||
14
|
14
|
5.240.000
|
||
15
|
13
|
4.370.000
|
III/b
|
Eselon V
|
16
|
12
|
3.800.000
|
III/b
|
Pelaksana
|
17
|
11
|
3.450.000
|
||
18
|
10
|
3.140.000
|
||
19
|
9
|
2.850.000
|
||
20
|
8
|
2.550.000
|
II/c
|
Pelaksana
|
21
|
7
|
2.360.000
|
||
22
|
6
|
2.140.000
|
||
23
|
5
|
1.950.000
|
||
24
|
4
|
1.770.000
|
||
25
|
3
|
1.610.000
|
I/c
|
Pelaksana
|
26
|
2
|
1.460.000
|
||
27
|
1
|
1.330.000
|
I/a
|
Pelaksana
|
Tunjangan Pokok Harian
Tunjangan Pokok Harian adalah tunjangan pokok sebagai unsur
TKPKN yang diberikan kepada pegawai dengan status Pegawai Harian yang akan
diangkat menjadiCalon Pegawai Negeri Sipil. Tunjangan Pokok Harian dibayarkan
pada akhir bulan setelah yang bersangkutan secara nyata melaksanakan tugas
(dibayarkan di belakang) dan besarnya berdasarkan tingkat pendidikan yang
dipergunakan sebagai dasar pengangkatan menjadi CPNS dan dibuatkan daftar
tersendiri.
Setelah pegawai harian diangkat menjadi CPNS, dibayarkan
TKPKN-nya secara penuh dan dilakukan pada permulaan bulan yang bersangkutan
(dibayar di muka) tanpa memperhitungkan potongan absensi. Oleh karena itu pada
awal bulan di mana pegawai harian diangkat menjadi CPNS, dilakukan dua jenis
pembayaran yaitu:
1. Tunjangan Pokok Harian untuk bulan yang lalu, absensi diperhitungkan.
2. TKPKN untuk bulan berkenaan, dibayarkan secara penuh.
Syarat-syarat pembayaran TKPKN pertama sebagai CPNS:
1. Surat keputusan pengangkatan sebagai CPNS.
2. Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) dari pejabat
yang berwenang.
Tunjangan Kegiatan dan Tunjangan
Tambahan
Tunjangan Kegiatan
Tunjangan Kegiatan adalah
tunjangan tambahan yang diberikan kepada pegawai yang tidak menduduki jabatan
(pelaksana).
Tunjangan Tambahan
Tunjangan Tambahan adalah
tunjangan tambahan yang diberikan kepada pegawai yang menduduki jabatan
struktural.
Konsekuensi Pemberlakuan
“Grading”
Dengan berlakunya Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.01/02007 yang mengklasifikasikan Tunjangan Pokok
menjadi 27 peringkat (grade) yang di dalamnya termasuk Tunjangan Pokok untuk
pejabat struktural dan pelaksana, maka Tunjangan Kegiatan dan Tunjangan
Tambahan tidak lagi diberikan.
Tunjangan Fungsional
Tunjangan Fungsional adalah
tunjangan tambahan yang diberikan kepada pegawai yang menduduki jabatan
fungsional. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor
289/KMK.01/02007, tunjangan fungsional sebagai unsur TKPKN diintegrasikan ke
dalam Tunjangan Pokok. Kepada pejabat fungsional diberikan tunjangan pokok
dalam grade (peringkat) yang setingkat lebih tinggi daripada grade tertinggi
yang ditetapkan untuk pangkat yang dimilikinya.
Tunjangan Kegiatan Tambahan
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT)
diberikan kepada beberapa pegawai Kementerian Keuangan tertentu. Pengaturan
pemberian TKT pun berbeda-beda, tergantung pada unit eselon I di mana pegawai
bekerja.
Pembayaran dan “Dropping” TKPKN
Pembayaran TKPKN dilakukan
terpusat dari Kantor Pusat Kementerian Keuangan dengan prosedur sebagai berikut
(asumsi pembayaran TKPKN bulan Juli):
·
Di setiap unit kerja Kementerian Keuangan pada
bulan Juni disusun rekapitulasi absensi pegawai yang memuat daftar nama pegawai
dengan frekuensi ketidakhadiran dari tanggal 26 Mei sampai dengan 25 Juni.
Tentunya, rekapitulasi absensi baru bisa dibuat setelah tanggal 25 Juni pukul
19:00 waktu setempat.
·
Setelah rekap absensi selesai dibuat, kemudian
di unit kerja dicetak Daftar TKPKN untuk bulan Juli, sekaligus Laporan
Realisasi Pembayaran TKPKN bulan Juli.
·
Berdasarkan Laporan Realisasi Pembayaran TKPKN,
unit kerja membuat permintaan dropping TKPKN bulan Agustus yang ditujukan ke
kantor pusat unit eselon I (Bagian Keuangan) yang membawahinya. Permintaan
dropping dibuat paling lambat tanggal 10 Juli. Jumlah rupiah dalam permintaan
dropping sebesar jumlah TKPKN yang dibayarkan ditambah tunjangan PPh Pasal 21.
Permintaan dropping dilampiri SSP PPh Pasal 21 yang dipotong dari TKPKN kotor.
·
Unit eselon I meneruskan permintaan dropping
TKPKN bulan Agustus dan Laporan Realisasi Pembayaran TKPKN bulan Juli ke Setjen
Kementerian Keuangan.
·
Berdasarkan permintaan dropping yang dikumpulkan
dari unit-unit kerja, Setjen Kemenkeu mentransfer dana TKPKN bulan Agustus ke
unit eselon I untuk kemudian diteruskan ke unit kerja masing-masing. Dalam
penyediaan dana yang ditransfer ini tidak ada potongan-potongan seperti
potongan asuransi, majalah, biaya bank, dan lain-lain.
Dari uraian prosedur di atas
dapat disimpulkan bahwa jumlah uang yang diterima unit kerja tidaklah sama
dengan jumlah dalam rekapitulasi daftar TKPKN yang dibuat sesaat setelah
berakhirnya periode absensi (26 Mei-25 Juni). Hal ini menyebabkan hampir selalu
ada saldo TKPKN di unit kerja. Saldo TKPKN hanya disetorkan pada akhir tahun ke
rekening kas negara. Setoran yang harus dilakukan tiap bulan hanyalah setoran
pemotongan PPh Pasal 21 atas TKPKN. Semua bukti setoran dilampirkan dalam
permintaan dropping.
Pranala Luar
·
Inilah Asal-muasal Remunerasi Model Sri Mulyani
(Inilah.com, 5 April 2010):
-Tulisan ke-1
-Tulisan ke-2
-Tulisan ke-3
·
‘Tunjangan harus sesuai skala prioritas’ (Situs
CBN Portal, dari Bisnis Indonesia)
·
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas TKPKN
(Situs resmi Ditjen Pajak)
·
http://setagu.net/kementerianlembaga/tabel-tunjangan-tambahan-pegawai-dirjen-pajak
·
Insentip Pegawai Ditjen Pajak (Situs ortax.org)
·
Modernisasi Ditjen Pajak: Independen atau kantor
kelurahan? (Situs infopajak.com)
·
Reformasi di Depkeu Hanya Perkaya Pejabat (Situs
suaramerdeka.com)
·
Mempertanyakan pemotongan TKPKN (Milis Forum
Prima)
·
Pegawai Pajak Telat, Potongan Rp 400.000
(Kompas, 5 Agustus 2010]
·
Telat Kerja Semenit, Tunjangan Dipotong (Kompas,
22 Maret 2011)
·
Tunjangan Kinerja Segera Diterapkan di Kemenkeu
(Situs Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan)
Referensi
[1]Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 41/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya dengan Pemberian
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara kepada Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Kementerian Keuangan
Comments
Post a Comment