EVALUASI PERANG MELAWAN KESERAKAHAN KONGSI DAGANG ABAD KE 16 SAMPAI 18
Perang ini terjadi dari abad 16
sampai abad ke-18.
Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan
Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di
Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1) menghindari
persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda yang
telah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi persaingan dengan
para pedagang negara lain.
1. Aceh Versus Portugis dan
VOC(Bambang Setiaji)
Perang yang terjadi antara Aceh
dengan Portugis ini terjadi ketika semua pedagang Malaka pindah ke Aceh karena
Malaka jatuh ketangan Portugis. Oleh karena itu perdagangan di Aceh semakin
pesat dan menjadi pusat Bandar pedagangan. Karena dianggap mengancam, Portugis
pun mengganggu setiap pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh Aceh. Misalnya,
pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun
1524/1525 diburu oleh kapal-kapal Portugis untuk ditangkap. Karena Portugis
mengganggu kedaulatan Aceh akhirnya mempersiapkan sesuatu untuk menyerang
Portugis diantaranya:
a. Melengkapi kapal-kapal dagang
Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
b. Mendatangkan bantuan
persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567.
c. Mendatangkan bantuan
persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah berbagai bantuan
berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka.
Portugis harus bertahan mati-matian di Formosa/ Benteng. Portugis harus
mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan.
Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi
serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh. Oleh
Sultan Iskandar Muda pengawasan di jalur perdagangan diperketat. Serangan Aceh
berkali-kali tetapi juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka.
Hubungan Aceh dan Portugis
semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering
terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga
Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil mengusir
Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641. Setelah membantu Aceh mengusir
Portugis, kemudian VOC meminta imbalan kepada Aceh dan ingin menguasai
Perdagangan di Aceh. Oleh Sultan Iskandar Muda, beliau menolaknya sehingga
terjadi konflik yang menyebabkan pengusiran VOC dari Malaka.
2. Maluku Angkat Senjata(Bambang
Setiaji)
Portugis berhasil memasuki
Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan aktivitasnya di Ternate.
Tidak lama berselang orang- orang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan
memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah
pihak. Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin
persekutuan dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore.
Peperangan ini berawal dari
Portugis yang menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke
Tidore dan Tidore tidak bisa menerima hal tersebut. Dalam peperangan ini,
Portugis menang yang kemudian menyombongkan diri, sehingga Portugis semakin
berlaku kasar pada rakyat Maluku dan selalu memonopoli perdagangan. Sehingga
sering terjadi perlawanan-perlawanan dari rakyat.
Sementara itu, untuk mendamaikan
persaingan antara Portugis dengan spanyol, maka dibuatlah perjanjian Saragosa.
Dengan perjanjian damai tersebut kedudukan Portugis di Malaka semakin kuat.
Kedudukan Portugis juga semakin mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan yang
ada di Maluku. Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah
pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Ia menyerukan bahwa seluruh rakyat Irian/Papua
sampai Jawa untuk melawan kezaliman Portugis. Karena Portugis takut, kemudian
Portugis membuat suatu perjanjian di benteng Sao Paolo. Namun, semua ini adalah
tipuan dari Portugis. Sultan Khaerun/Hairun dibunuh.
Setelah Sultan Khaerun dibunuh,
perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan
Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai
kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar. Seluruh
rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk
melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat
didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis
kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun itu
Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.
Pada tahun 1680, VOC memaksakan
sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula
sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC (di bawah kekuasaan VOC), dan
sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore
(menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah
Pangeran Nuku). Penempatan Tidore sebagai daerah kekuasaan VOC telah
menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan
rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran
Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC). Sultan Nuku mendapat
dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang
Gamrange dari Halmahera serta dukungan dari inggris. Oleh para pengikutnya,
Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad
Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran
Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Belanda (VOC) kewalahan
dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda.
Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri
dari dominasi Belanda (VOC) di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).
Peninggalan
-Makam Sultan Nuku dijadikan
objek wisata.
3. Sultan Agung Vs. JP Coen(Dwi
Wulandari)
Sultan Agung adalah raja yang
paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung,
Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain: (1)
mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan (2) mengusir kekuasaan asing dari bumi
Nusantara.
Terkait dengan cita-citanya ini
maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi
tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli
perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran.
Dalam perlawanan Sultan Agung
Tokoh yang terlibat diantaranya
• Sultan Agung
• J.P Coen
• Tumenggung Baureksa
• Sura Agul Agul
• Kiai dipati Mandurareja &
Upa Santa
• Dipati Ukur
• Tumenggung Si Garanu
• Kiai Dipati Juminah
• Dipati Purbaya
Lokasi terjadinya perlawanan ini
adalah di Batavia dan Tegal. Penyebab terjadinya perlawanan ini adalah :
a. Tindakan monopoli yang
dilakukan oleh VOC,
b. VOC sering menghalang-halangi
kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka,
c. VOC menolak untuk mengakui
kedaulatan Mataram,
d. Keberadaan VOC di Batavia
telah memberikan ancaman serius bagi masa depan pulau Jawa.
Pada tahun 1628 telah
dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan.
Pada waktu itu yang menjadi
gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah
Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di
bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Upaya yang dilakukan
diantaranya telah membangun pos-pos pertahanan, pasukan Mataram mengepung
Bayavia dari berbagai tempat, meningkatkan kapal dan senjata. Mereka juga
membangun lumbung-lumbung beras untuk persediaan bahan makanan seperti di Tegal
& Cirebon. VOC mengirim kapal-kapal untuk menghancurkan lumbung-lumbung
yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di tegal tentara VOC berhasil menghancurkan
200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk, dan sebuah lumbung beras. Pasukan
Mataram pantang mundur, mereka mengepung Batavia, kemudian mereka mengepung dan
menghancurkan benteng Holandia.
Kemudian pasukan Mataram
mengepung Benteng Bommel, tetapi mereka gagal. Pada saat itu juga tersiar kabar
bahwa J.P Coen meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi pada 21 September 1629.
Pasukan Mataram terus melakukan serangan-serangan tetapi mereka selalu
mengalami kegagalan. Pasukan Mataram akhirnya melemah dan ditarik mundur
kembali ke Mataram. Demikian juga serangan Sultan Agung yang kedua juga
mengalami kegagalan.
Perlawanan Sultan Agung terhadap
VOC memang mengalami kegagalan. Tetapi semangat dan cita-cita untuk melawan
dominasi asing di Nusantara terus tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para
pengikutnya. Sayangnya semangat ini tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti
Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi
semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC. Sultan Agung
digantikan oleh Sunan Amangkurat 1 (1646-1677), Sunan Amangkurat merupakan raja
yang lemah bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner
dengan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama.
Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul berbagai
perlawanan rakyat. Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.
Dampak yang diakibatkan oleh
perlawanan ini:
• Hancurnya 200 kapal Mataram
• Hancurnya 400 rumah penduduk
• Hancurnya sebuah lumbung beras
• Mataram dapat dikendalikan VOC
karena pemimipin yang lemah.
4. Perlawanan Banten(Dwi
Wulandari)
Banten memiliki posisi yang
strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu sejak
semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya
VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619.
Penyebab perlawanan ini
diantaranya adalah :
• Belanda ingin menguasai Banten
karena letaknya yang strategis,
• Memperebutkan posisi sebagai
Bandar perdagangan Internasional,
• Pengembangan hubungan dagang
dengan Negara-negara asing yang tidak di senangi oleh VOC.
Lokasi terjadinya perlawanan ini
adalah di Banten dan Batavia, tokoh-tokoh yang terlibat diantaranya Pangeran
Surya/Sultan Ageng, Abdulnazar Abdul Kahar, Pangeran Arya Purbaya, W. Caeff,
Francois Tack, Ki Tapa dan Ratu Bagus. Dalam menghadapi persaingan Sultan Ageng
melakukan beberapa upaya ;
• Sultan Ageng berusaha
memulihkan posisi Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus
menandingi perkembangan di Batavia.
• Sultan Ageng mengirim beberapa
pasukan untuk menganggu kapal-kapal VOC & menimbulkan gangguan di Batavia.
Hal ini dilakukan karena VOC sering melakukan blockade.
• Memberikan tekanan dan
melemahkan kedudukan VOC, rakyat banten melakukan beberapa perusakan terhadap
tanaman tebu milik VOC.
• Untuk pertahanan Sultan Ageng
membangun saluran irigasi dari sungai Untung Jawa sampai Pontang.
• Sultan Ageng Tirtayasa
mengangkat Abdulnazar Abdul Kahar/Sultan Haji sebagai raja pembantu.
W. Caeff berhasil menghasut
Sultan Haji utuk merebut Kesultanan Banten dan menghasilkan 4 perjanjian, yaitu
1. Banten harus menyerahkan
Cirebon kepada VOC,
2. monopoli lada di Banten
dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan
Cina,
3. Banten harus membayar 600.000
ringgit apabila ingkar janji, dan
4. Pasukan Banten yang menguasai
daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini
disetujui oleh Sultan Haji.
Pada tahun 1682 pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil mengepung Istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan
meminta bantuan VOC. Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak
hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya meloloskan diri
bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Pada tahun 1683 Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya
pada tahun 1692.
Perlawanan ini meninggalkan
sisa-sisa istana Surosowan.
Dampak yang ditimbulkan dari
perlawanan ini adalah; Hubungan Banten & Batavia semakin memburuk, VOC
berhasil merebut kesultanan Banten karena perjanjian antara Sultan Haji dan
Banten, tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa saat mempertahankan wilayahnya.
5.Perlawanan Goa
Kerajaan Goa merupakan salah satu
kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di
Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa. Goa anti terhadap
tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Goa ingin hidup merdeka dan
bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa
berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi
semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut, tanah dibagikannya untuk
semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu
maka Goa cepat berkembang.
Pelabuhan Somba Opu memiliki
posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional.. Pelabuhan Somba
Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal
dagang dari timur ke barat atau sebaliknya.Dengan melihat peran dan posisinya
yang strategis, VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Goa dan menguasai
pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan.
Pada tahun 1634, VOC melakukan
blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-perahu Makasar
yang berukuran kecil lebih lincah menyusup ke pulau-pulau. Tanggal 7 Juli 1667,
meletuslah perang Goa. Tentara VOC yang di kepalai oleh Cornelis Janszoon
Spelman di tambah orang Aru Palaka dan orang Ambon (Jonker Van Manipa) pasukan VOC menyerang goa dari berbagai
penjuru.
Pertama pasukan Hasanudin
berhasil menghalau tentara VOC, tetapi karena persenjataan mereka lebih lengkap
akhirnya VOC dapat mengalahkan Hasanudin dengan ditandai adanya Perjanjian
Bongaya tanggal 18 November 1667, yang isinya yaitu:
1. Goa harus mengakui hak
monopoli VOC
2. Semua orang Barat, kecuali
Belanda harus meninggalkan wilayah Goa
3. Goa harus membayar biaya
perang
Tetapi Hasanuddin tidak mau
melaksanakan isi perjanjian terebut karena tidak sesuai dengan hati masyarakat
Goa. Akhirnya pada tahun 1668 Hasanudin menghimpun kekuatan lagi untuk
menyerang VOC. Tetapi perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh VOC, dengan
terpaksa akhirnya Hasanudin melaksanakan isi perjanjian Bongaya. Benteng Goa
pun jatuh ke tangan VOC dan benteng tersebut akhirnya diberi nama Benteng
Rotterdam.
Comments
Post a Comment