Negosiasi Bisnis Pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara Jepang
Negosiasi Bisnis
Pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara Jepang
Isu penting yang
juga menjadi pembahasan IJJEF ke-4 adalah upaya pengembangan 6 (enam) koridor
ekonomi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
peningkatan kerjasama ekonomi dan iklim investasi Indonesia, kerjasama
bilateral di sektor industri, dan beberapa isu-isu lainnya seperti UU Minerba,
kerjasama industri kreatif, dan sistem informasi kredit terkait pembangunan
infrastruktur.Dalam hal industri kreatif, Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif RI, Mari Elka Pangestu dan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri,
Yukio Edano juga telah mengeluarkan pernyataan pers bersama terkait komitmen
dukungan Jepang dalam upaya pengembangan industri kreatif di tanah air.
Negosiasi Bisnis
Pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara Jepang
Hubungan
Perekonomian Indonesia – Jepang
Perdagangan
Bagi Indonesia,
Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia.
Ekspor Indonesia ke Jepang bernilai US$ 23.6 milyar (statistic Pemerintah RI),
sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US$ 6.5 milyar sehingga bagi
Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007)
Komoditi penting
yang diimpor Jepang dari Indonesia adalah a.l. minyak, gas alam cair, batubara,
hasil tambang, udang, pulp, tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan
listrik, dll. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia
meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan
listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan suku-cadang mobil.
Investasi
Investasi
langsung swasta dari Jepang ke Indonesia yang menurun sehubungan dengan
stagnasi yang dialami perekonomian Indonesia akibat krisis ekonomi yang melanda
Asia pada tahun 1997, kini belumlah pulih sepenuhnya, namun Jepang tetap
menempati kedudukan penting di antara negara-negara yang berinvestasi di
Indonesia. Dalam jumlah investasi langsung asing di Indonesia dari tahun 1967
hingga 2007
Jepang menduduki
tempat pertama dengan angka 11,5% dalam kesuluruhannya.
Terdapat kurang
lebih 1000 perusahaan Jepang beroperasi di Indonesia (sumber: JETRO).
Perusahaan-perusahaan tersebut memperkerjakan lebih dari 32 ribu pekerja
Indonesia yang menjadikan Jepang sebagai negara penyedia lapangan kerja nomor 1
di Indonesia (sumber: BKPM).
Kerjasama
Ekonomi
Indonesia
merupakan negara penerima ODA (bantuan pembangunan tingkat pemerintah) terbesar
dari Jepang (berdasarkan realisasi netto pembayaran pada tahun 2005 adalah
US$1.22 milyar, yaitu + 17% dari seluruh ODA yang diberikan Jepang). Selain
itu, realisasi bantuan untuk tahun 2006 adalah :
Pinjaman Yen :
125.2 milyar Yen
Bantuan hibah :
5.4 milyar Yen
(berdasarkan
pertukaran Nota-nota) Kerjasama teknik : 7.8 miliar Yen
(berdasarkan
realisasi pembiayaan JICA)
Lain-lain
Setelah mulainya
pemerintahan Yudhoyono, telah dibentuk forum Investasi bersama tingkat tinggi
pemerintah-swasta antara Jepang dan Indonesia. Berdasarkan saran dan dialog
yang sejak dulu diadakan antara Japan Club dan pemerintah Indonesia, pada bulan
Juni 2005 pada kesempatan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Jepang, telah
berhasil disetujui SIAP, yaitu rencana strategis investasi yang meliputi 5
pokok, yaiitu masalah bea, customs, tenaga kerja, infrastruktur dan daya saing.
Perundingan
resmi “Economic Partnersip Agreement antara Indonesia dan Jepang (EPA)”
disetujui oleh pemerintah Indonesia dan
Jepang pada
waktu Presiden SBY berkunjung ke Jepang dengan resmi pada bulan Juni 2005,
setelah itu Presiden SBY dan Mantan Perdana Menteri Jepang, Mr.Abe
menandatangani surat persetujuan EPA pada tgl 20 Agustus 2007. Melalui EPA yang
telah berlaku efektif dan mulai diimplementasikan pada tanggal 1 Juli 2008 ini,
diharapkan perdagangan dan investasi antara kedua Negara dapat meningkat dan
semakin berkembang.
Indonesia dan
Jepang sepakat lanjutkan program MP3EI
Dalam rangkaian
pertemuan 4th Indonesia – Japan Joint Economic Forum (IJJEF), 2nd Indonesia –
Japan Ministerial Dialogue dan 3rd Steering Committee Meeting of the Metropolitan
Areas for Investment and Industry, yang diselenggarakan di Tokyo, tanggal 8-9
Oktober 2012, Jepang kembali menyampaikan komitmen dan dukungannya dalam upaya
pengembangan ekonomi Indonesia terutama untuk pengembangan infrastruktur dan
konektivitas. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa didampingi oleh Menteri
Perindustrian, M.S. Hidayat, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka
Pangestu, Duta Besar Muhammad Lutfi, serta pejabat dari instansi terkait
lainnya.
Kesepakatan ini
ditandai dengan komitmen pendanaan dari Jepang bagi perwujudan 5 (lima)
flagship projects dari 18fast-track projects yang terdapat dalam skema
Metropolitan Priority Area (MPA). Proyek-proyek tersebut antara lain adalah
pengembangan sistem Mass Rapid Transportation (MRT) di Jakarta, pembangunan
pelabuhan laut internasional di Cilamaya, perluasan dan pengembangan bandara
Soekarno-Hatta, pembangunan new academic research clusterserta pembangunan
fasilitas pengolahan limbah di Jakarta. Sampai saat ini, Jepang telah
mengucurkan bantuan sebesar 100 miliar yen (Rp 140 triliun) bagi beberapa
fast-track projects.
Isu penting yang
juga menjadi pembahasan IJJEF ke-4 adalah upaya pengembangan 6 (enam) koridor
ekonomi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
peningkatan kerjasama ekonomi dan iklim investasi Indonesia, kerjasama
bilateral di sektor industri, dan beberapa isu-isu lainnya seperti UU Minerba,
kerjasama industri kreatif, dan sistem informasi kredit terkait pembangunan
infrastruktur.Dalam hal industri kreatif, Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif RI, Mari Elka Pangestu dan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri,
Yukio Edano juga telah mengeluarkan pernyataan pers bersama terkait komitmen
dukungan Jepang dalam upaya pengembangan industri kreatif di tanah air.
Kedua negara
menggarisbawahi pentingnya upaya pengembangan konektivitas sebagai pendukung
utama perwujudan MP3EI. Dalam kaitan ini kedua negara akan menyelenggarakan
dialog dan peningkatan capacity building guna mengembangkan sektor distribusi
dan logistik di Indonesia yang sejalan dengan ASEAN Connectivity
Masterplan.Terhadap masalah yang masih menjadi hambatan kedua negara seperti
penerapan UU Minerba di Indonesia yang dinilai Jepang merugikan industrinya,
kedua negara sepakat untuk mencari penyelesaian berdasarkan semangat win-win
solution dengan mempertimbangkan hubungan baik kedua negara.
Memperhatikan
masih adanya komitmen yang kuat untuk mengembangkan hubungan perdagangan,
industri dan investasi, kedua negara sepakat untuk menyelenggarakan pertemuan
5th IJJEF selanjutnya di Bali pada semester kedua tahun 2013.
Dimulai dari
arti negosiasi itu sendiri menurut Pruitt yaitu “Bentuk pengambilan keputusan
dimana dua pihak atau lebih berbicara satu sama lain dalam upaya untuk
menyelesaikan kepentingan perdebatan mereka”. Sedangkan menurut Phil Baguley,
Negosiasi yaitu “suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati
dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan
dilakukan dimasa mendatang”. Dari pernyataan tersebut, negosiasi ini terjalin
karena adanya kerjasama ekonomi untuk memenuhi kepentingan para pebisnis dari
negaranya masing- masing dan diwakili oleh pemerintahnya. Dan Menurut Hartman,
negosiasi yaitu “proses komunikasi antara kedua pihak, yang masing- masing
mempunyai tujuan dan sudut pandang mereka sendiri, yang berusaha mencapai
kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak mengenai masalah yang sama”.
Tentunya berdasarkan hal tersebut pula, negosiasi ini memiliki satu tujuan
yaitu agar hubungan perekonomian kedua negara itu semakin berkembang dan
dilancarkan ketika dijual eksport maupun import kedalam atau keluar dari kedua
negara tersebut. Secara legalnya, dengan adanya bantuan hukum dari kedua pihak
pemerintahan negara ini, dapat membantu mempermudah/ mengurangi/ dan bahkan
menghapuskan hambatan perdagangan dan investasi ini. Dalam artikel pertama,
sempat disinggung mengenai EPA yang sebenarnya adalah awalan dari hasil negosiasi
ini. Dalam artikel pertama ini memiliki unsur yaitu hubungan perekonomian dalam
perdagangan antar negara, investasi, kejasama ekonomi, dan lain- lainnya
seperti legal law atau agreement antar kedua negara mengenai kesepakan hubungan
ini. Dikutip dari hasil IJ-EPA pada tahun 2007, hubungan Jepang dan Indonesia
ini memiliki pilar- pilar penting yang harus diperhatikan yaitu liberalisasi,
fasilitasi perdagangan dan investasi, dan capacity building. Liberalisasi
dilakukan dengan cara menghapuskan/mengurangi hambatan perdagangan dan
investasi (bea masuk, memberi kepastian hukum). Dari Liberalisasi Perdagangan
ini memiliki lima manfaat. Pertama, akses pasar lebih luas sehingga
memungkinkan terjadinya efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung
menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan
industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat
diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi lebih kompetitif sehingga mengurangi
kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi, bukan bagaimana mengharapkan mendapatkan fasilitas
dari pemerintah. Ketiga, arus perdagangan dan investasi yang lebih bebas
mempermudah proses alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi. Keempat, perdagangan yang lebih bebas memberikan sinyal harga yang
lebih “benar” sehingga meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam
perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen meningkat karena terbuka
pilihan-pilihan baru. Namun untuk dapat berjalan dengan lancar suatu pasar yang
kompetitif perlu dukungan perundang-undangan yang mengatur persaingan yang
sehat dan melarang praktek monopoli. Fasilitasi perdagangan merupakan usaha
yang dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan tingkat
kepercayaan bagi investor Jepang. Hal ini dilakukan melalui Kerjasama di bidang
prosedur kepabeanan, pelabuhan dan jasa-jasa perdagangan, standarisasi, dan
upaya-upaya
fasilitasi lain. Sedangkan capacity
building adalah Mekanisme
kerjasama untuk meningkatkan kapasitas
Indonesia
sehingga mampu bersaingdan memanfaatkan peluang yang ada. Ketiga pilar inilah
yang merupakan dasar bagi pelaksanaan perjanjian ini yang nantinya akan membawa
banyak manfaat bagi kedua negara. Pada artikel kedua pun tidak jauh dari tujuan
dari artikel pertama. Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi antar negara dan sama- sama ingin mendapatakan keuntungan
yang sama melalui proses negosiasi. Dengan demikian, kesamaan lain dari kedua
artikel ini yaitu memiliki unsur negosiasi seperti; Ketergantungan dalam satu
tingkatan, antara pihak- pihak yang terlibat, yaitu Negara Jepang dan
Indonesia.
Interaksi yang
oportunistik (setiap pihak punya keinginan untuk berusaha mempengaruhi orang
lain). Misalkan dalam kerjasama ini yaitu negosiasi mengenai liberalisasi
(pembahasan mengenai bea cukai dsb).
Kesepakatan yang
dibuat harus dipatuhi oleh kedua belah pihak dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
Dari pemahaman
tersebut, maka unsur negosiasi ini memiliki tujuan kombinasi karena memiliki
berbagai unsur tujuan didalam negosiasi ini, yaitu;
Tujuan
kompetitif karena berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari pihak
lawan. Misalkan saja Indonesia, selain untuk tujuan politik yaitu mempererat
hubungan Jepang – Indonesia, tapi juga untuk memajukan iklim bersaing didalam
negeri untuk lebih giat lagi mengeksport barang dari Indonesia untuk dijual ke
Jepang.
Tujuan
Kooperatif karena dari kedua belah pihak saling berusaha untuk memperoleh
kesepakan yang saling menguntungkan satu sama lainnya. Misalkan untuk
Indonesia, mendapatkan bantuan dari Jepang dengan memberikan lapangan pekerjaan
yang sebagain besar didorong oleh perusahaan asing dari Jepang di Indonesia.
Tujuan Defensif
karena memperoleh hasil dengan menghindari yang negatif. Tentu saja, karena
hal- hal yang menghambat perjanjian ini dirundingkan kembali sehingga mencapai
titik temu untuk jalan keluar dari masalah yang menghambat tersebut. Misalkan
masalah bea cukai disetiap negara yang dianggap memberatkan perdagangan.
Untuk mencapai
hasil tersebut, maka negosiasi ini disepakati oleh kedua Negara dengan
perwakilan yang berwenang agar mencapai tujuan bersama. Tidak hanya berhenti
sampai disini, Jepang dan Indonesia juga sudah banyak melakukan negosiasi dalam
bidang ekonomi untuk membantu pertumbuhan iklim ekonomi di Indonesia. Belum
lama saja, Jepang bekerjasama dengan negara Indonesia dalam perjanjian
perdagangan karbon, mobil murah, dan sebagainya. Tanpa adanya negosiasi dengan
negara Jepang, Indonesia tidak mungkin bisa mendapatkan kerjasama yang
menguntungkan bagi perekonomian dan pembangunan di Indonesia ini
Comments
Post a Comment